BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam pada dasarnya merupakan
konsep yang baku, namun pada perjalanannya tidak menutup kemungkinan dilakukan
ijtihad - ijtihad di dalam bidang yang dibolehkan selama tidak keluar dari
bingkai Syari`ah Islamiyah. Sehingga Islam memang betul-betul mampu menjawab
seluruh perkembangan zaman. Demikian juga halnya dengan sistem
ekonomi Islam yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam,
juga tidak luput dari aktivitas ijtihad. Dengan demikian sistem ekonomi Islam
diharapkan mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dihadapi
oleh umat manusia, tanpa keluar dan melanggar ketentuan hukum Allah SWT. Sistem
ini memiliki pengawasan yang melekat pada diri setiap individu pelaku ekonomi
yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sistem ini pula
menyelaraskan antara kemashlahatan individu dengan kemashlahatan orang banyak.
Konsep keadilan Islam dalam ekonomi
( khususnya dalam distribusi pendapatan ) menghendaki seluruh element dalam
faktor produksi mendapatkan imbalan sesuai dengan kontribusinya masing-masing.
Faktor modal, tenaga kerja, material asset, dan entrepreneurship, harus
dihargai secara adil. Dalam pandangan Islam modal ( uang ) dengan sendirinya
tidak memiliki banyak makna, modal baru bermakna jika ada faktor lain semisal
tenaga kerja. Uang dengan sendirinya tidak akan menghasilkan sesuatu, tetapi
jika ingin menghasilkan maka uang harus diinvestasikan pada sektor riil.
Islam sebagai sebuah agama adalah
sistem yang memberikan tuntunan bagi umat manusia untuk menjalankan kehidupan
ini dengan baik dan benar. Baik yang berkaitan dengan hal-hal yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah), maupun hal hal yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia yang lainnya (mu'amalah). Ibadah diperlukan
dengan tujuan untuk menjaga ketaataan dan keharmonisan hubungan antara makhluq
dan Khaliq, serta untuk mengingatkan secara terus menerus tugas manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk
menjadi rules of game dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial.
Sebagai seorang muslim kita
diperintahkan untuk berprasangka baik terhadap sistem Islam. Kita harus yakin
bahwa Islam ( termasuk sistem ekonominya ) akan mampu menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Keyakinan ini harus terus dipupuk dan
disuburkan khususnya dalam diri ummat Islam. Dengan cara membuka dan
menampilkan tatanan teoretis ke dalam tatanan praktis. Jika riba dengan segala
modusnya diharamkan, tentunya harus ada jalan keluar yang dapat menggantikan
posisinya. Jika lembaga keuangan yang ada masih menjalankan praktek riba,
tentunya harus disediakan satu lembaga keuangan yang jauh dari riba. Ketika
Allah mengharamkan sesuatu, sesungguhnya Allah menghalalkan yang lain yang
jumlahnya jauh lebih banyak dan lebih baik untuk umatNya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka terlihat
pentingnya pemahaman mengenai:
1. Apakah yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah?
2. Apakah Prrinsip-Prinsip dan Ciri-Ciri Bank Syariah?
3. Apakah Produk dan Jasa Bank Syariah?
4. Apakah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Keuangan
Syariah
Seperti yang kita
ketahui, bahwa jenis bank jika dilihat dari cara menentukannya harga terbagi
menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan konvensional dan bank yang
berdasarkan prinsip syariah. Dan bank konvensional penentuan harga selalu
didasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada Konsep
Islam, yaitu kerjasama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun
rugi.[1]
Lembaga Keuangan Islam atau yang
lebih popular disebut Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan
yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah.
Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar
dan maisir.
Tujuan utama mendirikan lembaga
keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan
muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang
dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan
masalah yang memerangkap umat Islam hari ini , bukanlah hanya menjadi tugas
seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap
muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat
sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan sosial yang
dihadapi oleh masyarakat.
The Mit Ghamr Bank Mesir merupakan
lembaga keuangan Islam modern pertama yang didirikan pada tahun 1963.
Perkembangan dan kemajuan Mit Ghamr menyadarkan para ekonom dan ilmuan muslim,
ternyata sistem Islam dapat membawa kemajuan. Tetapi dalam waktu yang bersamaan
keberhasilan itu mengundang kecemburuan dan kedengkian orang-orang yang tidak
suka dengan sistem Islam, sehingga akhirnya Mit Ghamr ditutup. Kelahiran Mit
Ghamr kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank Islam di berbagai negara, baik
di negara Islam ( mayoritas Islam ) termasuk Indonesia maupun negara
non-muslim.
Dasar pemikiran dikembangkannya
lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk memberikan pelayanan kepada
sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilayani oleh lembaga keuangan
yang sudah ada di Indonesia, karena bank-bank tersebut menjalankan sistem
bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, meyakini bahwa
aktivitas lembaga keuangan yang menjalankan praktek bunga tidak sesuai dengan
prinsip Syari'ah Islamiyah, sehingga keikutsertaan mereka dalam sektor keuangan
tidak optimal. Dengan dikembangkannya lembaga keuangan yang dijalankan dengan
prinsip-prinsip Syari'ah diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat
Indonesia yang belum dioptimalkan dapat dioptimalkan.
Dikeluarkannya Undang-undang No.7
tahun 1992 tentang Perbankan, membuka peluang dibukanya lembaga keuangan yang
dioperasikan berdasarkan pada prinsip-prinsip Syari'ah. Bermodalkan peluang
yang diberikan undang-undang tersebut, telah berdiri lembaga-lembaga keuangan
Syari'ah, yaitu sebuah bank umum (Bank Muamalat Indonesia), 52 Bank Perkreditan
Rakyat (BPRS), 1300 Baitul Maal Wattamwil (BMT), sebuah Reksadana Syari`ah (PT.
Danareksa) dan sebuah Multifinance (BNI-Faisal Islamic Finance). Meskipun
secara kuantitatif volume usaha lembaga-lembaga ini masih sangat kecil
dibandingkan dengan total volume usaha lembaga keuangan secara nasional, namun
gaungnya telah terdengar hampir merata dikalangan ummat Islam di Indonesia saat
ini.
Kemudian pemerintah menyempurnakan
UU No.7 / 1992 dengan mengeluarkan UU No. 10 tahun 1998. UU No.10 ini
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi berdirinya lembaga keuangan Islam.
Bahkan dalam UU ini Lembaga Keuangan Islam menempati posisi dan kedudukan yang
sejajar dengan mitranya yang telah terlebih dulu ada.
B. Prinsip-Prinsip dan Ciri-Ciri
Bank Syariah
Dalam operasionalnya, Lembaga
Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi
keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing
pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi
nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan
itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh
keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan
Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan
agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak
membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan
prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Adapun prinsip-prinsip yang membedakan Bank Syariah dengan
Bank Konevensional adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan
Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan
investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas
Syariah;
2. Hubungan antara investor
(penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai
intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah
bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni
kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam
transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli
atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit)
guna transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya
melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak
merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah
satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan
hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya,
serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber
daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.
C. Produk dan Jasa Bank Syariah
Sama seperti halnya dengan bank
konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional
adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional
adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga
belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk
dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk
bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama
titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan
saja bila si penitip menghendaki.
Penerima simpanan disebut yad
al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab
atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta
izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan
mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah
(tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah(tangan penanggung).
Prinsip wadi'ah yang diterapkan
adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadh'ah
dhamanah berbeda dengan wadi'ah amanah. Dalam wadi'ah amanah harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi
(bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama
dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik dana tidak
mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam praktiknya
nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus
untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan
nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing
pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik
perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang
dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek
tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank
setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah
dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan
modal ventura.
b. AI-mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat
didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian diantara dua belah pihak,
dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal),
memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan
suatu aktivitas atau usaha.[2] Apabila mengalami kerugian maka akan
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola,
maka sipengelolalah yang bertanggug jawab. Dan didalam prktiknya mudharabah
terbagi menjadi 2 macam, yakni:
a) mudharabah muthlaqah merupakan
kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas.
Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
b) mudharabah muqayyadah merupakan
kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu
spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah
biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti,
pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatanmudharabah diambil dari simpanan
tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan
Dan keistmewaan dari sebuah
mudharabah adalah pada peran ganda dari mudharib, yakni sebagai wakil (agen)
sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal dalam setiap transaksi
yang ia lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian menjadi mitra dari
rabb al-mal ketika ada keuntungan.
c. Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja
sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan
menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan
imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini
menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian,
tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang
telah disepakati.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan
bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas
penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka
sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi
tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap.
3. Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah
merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga
pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang
"X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar Rp
5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini
baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan
pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk
barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of
credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
4. Bai'as-Salam
Bai'as-salam artinya pembelian
barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas
dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
5. Bai'al Istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk
khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al
istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai'Al
istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).
Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga
dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan
sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau
di belakang.
6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya
penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada
pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh
si pemberi mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang
diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab
dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam
hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan
utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak.
Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan
salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
Selain itu produk pemberian jasa
lainnya, seperti: Jasa penerbitan L/C, Jasa Transfer, Jasa Inkaso, Bank
Garansi, Menerima Zakat, Infak, dan Sadaqoh (untuk disalurkan).[3]
D. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Berikut akan dikemukakan beberapa
kendala dan perkembangan yang dihadapi perbankan Syari'ah di Indonesia,
sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan secara optimal bagi dunia
keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
Sebelum tahun 1998 perbankan
syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran hukum yang kokoh dan peraturan
operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah serta perangkat lainnya.
Keadaan ini menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha menyesuaikan
produk-produknya dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Akibatnya ciri khusus
produk Islami belum bisa ditampilkan. Akibat yang lainnya adalah produk-produk
itu belum sepenuhnya dapat diterima masyarakat.
2. Likuiditas
Bank Indonesia belum menyediakan
fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi perbankan Syari'ah, hal ini karena BI
menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang menyatakan bahwa pendapatan Bank
Indonesia adalah bunga.
3. Earning Assets
Standard yang digunakan BI untuk
mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah dan konvensional adalah sama,
padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk memperoleh pendapatan nol.
Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara mudharabah pengembaliannya
nol, dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan. Bagi perbankan Syari'ah
fenomena ini sesuatu yang normal sebagai "nature of business cycle"
yang mengakibatkan penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan
mengukurnya dengan ukuran pembiayaan pada bank konvensional, dan memasukkannya
kedalam kolektibilitas.
4. Akuntansi
Sistem akutansi perbankan di
Indonesia mengacu kepada Standard dan Ketentuan Akuntansi Perbankan Indonesia
(SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus tentang perbankan Syari'ah didalamnya. Ini
akan membuat penilaian terhadap pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak
sesuai, karena asumsi yang digunakan dalam SKAPI adalah perbankan
konvensional.
5. Perpajakan
Perbankan Syari'ah memiliki produk
bai' (jual beli), dalam hal ini Perbankan Syari'ah mengalami kendala
perpajakan. Produk bai' seharusnya diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan
pembiayaan, sehingga akan terjadi pajak ganda (double taxation), yaitu pajak
jual beli ketika transaksi dan pajak pendapatan pada akhir tahun.
6. Standard Fatwa
Belum adanya keseragaman fatwa
tentang beberapa produk perbankan Syari'ah, walaupun sudah ada Dewan Syari'ah
Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas Syari'ah di setiap institusi dapat
mengeluarkan fatwanya sendiri yang memiliki kemungkinan berbeda dengan yang
lain. Hal semacam ini akan membingungkan ummat dan menyulitkan pelaksana di
lapangan.
7. Jaringan Bank Syari'ah
Jaringan Bank Syari'ah masih sangat
terbatas, keterbatasan jaringan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan
bank Syari'ah terhadap masyarakat yang mendambakan produk-produk bank
Syari'ah.
8. Sumber Daya Insani
Masih sangat terbatasnya sumber daya
manusia yang memiliki pengetahuan prinsip maupun keterampilan teknis, sehingga
akan berpengaruh pada kualitas pelayanan.
9. Persepsi masyarakat
Secara umum masyarakat memiliki
pemahaman yang terbatas mengenai kegiatan operasional perbankan Syari'ah ;
keterbatasan ini menyebabkan sebagian masyarakat memiliki persepsi yang tidak
tepat mengenai operasional perbankan Syari'ah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga Keuangan Islam atau yang
lebih popular disebut Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan
yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah.
Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar
dan maisir. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam
koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi
keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing
pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi
nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan
itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan
Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan
agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak
membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan
prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Produk-produk yang ditawarkan sudah
tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai
berikut: Al-wadi’ah (Simpanan) dan Pembiayaan dengan Bagi Hasil.
Berikut akan dikemukakan beberapa
kendala dan perkembangan yang dihadapi perbankan Syari'ah di Indonesia,
sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan secara optimal bagi dunia
keuangan dan masyarakat.
1. Hukum
3. Earning Assets
4. Akuntansi
5. Perpajakan
6. Standard Fatwa
7. Jaringan Bank Syari'ah
8. Sumber Daya Insani
9. Persepsi masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Mervvyn Lewis dan Latifa
Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Prospek. 2001. Yakarta:
Serambi.
Muhammad, Bank Syariah
Analisa Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman, 2006. Yogyakarta:
Ekonesia.
[1] Kasmir,SE.,Bank &
Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),cetakan
keenam., Hlm 177.
[2] Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip,Praktik,Prospek, (Yakarta:Serambi,2001), Hlm 66.
[2] Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip,Praktik,Prospek, (Yakarta:Serambi,2001), Hlm 66.
[3] Muhammad, Bank
Syariah Analisa Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman, (Yogyakarta:Ekonesia,2006),
Hlm 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar