METODOLOGI DAN KONSEP RASIONALITAS DALAM ILMU EKONOMI
Oleh: Yuwan Ebit Saputro
Manusia dalam kehidupannya sehari-hari mengalami gejala-gejala kehidupan
yang kemudian “Melekat” dalam ingatannya. Dangan demikian terbentuklah
apa yang dinamakan “pengetahuan karena pengalaman”. Bahasa belanda ( Ervaringskennis
) yang merupakan titik tolak bagi penelitian ilmiah, dengan tepat
dinyatakan oleh C.A. Verrijn stuart bahwa : “Immers Is Ten Skotte In Iedere
Wetenschap Aan De Feiten Net Errste En Het Laatste Woord En Moeten Alle
Wetenschappelijke Theorieen Worden Prijs Gegeven, Zoo Zij Met Vasttaande Feiten
Onverzoenlijk Botsen.”[1](Artinya
: “Bukanlah pada akhirnya dalam setaiap ilmu pengetahuan kata terakhir terletak
pada fakta-faktam, dan semua teori- teori ilmiah harus ditolak, apabila mereka
bertentangan sama sekali dengan fakta-fakta yang ada”) Pada zaman aristoteles
sudah mencapai pengalaman bahwa sebuah barang ekonomi seprti misalnya sepasang
sepatu, memiliki dua macam nilai, yakni masing-masing nilai pakai (Value In
Use) dan nilai tukar (Value Inexchange). Tetapi, pada zamannya ,
ilmu ekonomi belumlah “Lahir” sebagai ilmu pengetahuan. Pengetahuan
tentang adanya “Daya Tarik Bumi” bekerjanya kausalitas dalam bidang
fisis maupun psikis mendahului penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan oleh
manusia.
Pengetahuan empirik dapat diatur, hingga denga demikian
terbentuklah apa yang dinakamakan “Graphieen” yang merupakan
kumpulan-kumpulan teratur dari pengetahuan fakta yang melukiskan, yang berbeda
halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan sebenarnya, Yang dinakamkan “Logieen”.
C,A Verrijin Stuart mengatakan “untuk menjadi ilmu pengetahuan, perlu agar
empiri memperdalam dirinya hingga menjadi gambaran jelas tentang hubungan gejala-gejala secara sebab dan
akibat”. Esensi ilmu pengatahuan adalah metodenya bukanlah bahannya. Metode
ilmiah mencakup dua hal sebagai berikut:
a.
Suatu sikap pemikiran.
b.
Suatu cara dalam hal berhubungan dengan pokok persoalan tertentu.
Sikap pemikiran seorang ilmuan adalah objektif yang meliputi
prakonsepsi-prakonsepsi dan prasangka-prasangka yang dikendalikan secara sadar
dan sikap terbuka terhadap segala macam data serta bukti kesediaan untuk
membuang kesimpulan-kesimpulan serta ide-ide usang, apabila disajikan
bukti-bukti baru yang bersifat menentukan dan yang bertentangan dengannya.
PERSOALAN METODOLOGI SECARA UMUM
Metodologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempesoalkan metode-metode yang digunakan dalam
ilmu pengetahuan secara umum untuk mencapai ilmu pengetahuan. Dalam rangka
usaha menghadapi fenomin-fenomin cabang ilmu pengetahuannya, seoarang ilmuan
sejati dapat memanfaatkan salah satu diantara dua macam cara pendekatan atau (Approaches)
atau kedua-duanya yaitu Approach Induktif dan Approach Deduktif.
Metode Induktif atau empirik mencakup tindakann-tindakan berupa: Obserfasi dan
pengumpulan semua data penting, perbandingan dan klasifikasi data dengan urutan
yang teratur. Dan penyusunan –penyusunan generalisasi-generalisasi (hukum-hukum
atau asas-asas) yang menunjukkan efek sebab dan akibat antara data yang
terklasifikasi.
Ada kalanya
orang menyatakan bahwa “Induksi” berati bekerja dari hal khusus
(partikular) menuju ke arah hal yang bersifat umum ( General ). Ada
pihak yang berpendapat bahwa induksi murni jarang sekali digunakan tanpa
bantuan proses deduktif. Maksudnya seorang ilmuan jarang sekali menghadapi
obserfasi atau pengumpulan data “begitu saja” tanpa menggunakan
hipotetis tertentu, tenbtang hubungan sebab dan akibat antara mereka. Deduksi
mulai dengan generalisasi-generalisasi dan bekerja kembali ke hal-hal yang
bersifat khusus.
Generalisasi-generalisasi
yang dicapai secara induktif dapat diterapkan kepada kasus-kasus baru dan
kemudian diverifikasi lagi sehubungan denga data baru yang telah terkumpulkan.
Metode-metode studi dalam Ilmu Ekonomi[2].
Hingga sekarang masih banyak terdapat perselihan paham tentang metode apa yang
harus digunakan untuk mempelajari fenomin-fenomin ekonomi, walaupun
pertentangan tersebut sudah agak mereda. Mungkin masih sangat dipersoalkan kini
adalah penggunaan data ekonomi. Misalkan bahwa para ahli ekonomi sebagai
kelompok berusaha untuk mempelajari pembangunan ekonomi sesuatu negara selama
periode tertentu.
Segera akan
terlihat bahwa terhadap beberapa kelompok ekonomi yang masing-masing menekankan
“approach” tertentu terhadap pokok persoalan yang sedang dihadapi. Salah satu
kelompok yang memiliki nama mashab institusional historis (the institusional
historical school) tidak begitu memperhatikan studi perkembangan harga-harga
secara abstrak dengan jalan bertolak dari hipotesis-hipotesis permis-premis
umum adalah steril dan tidak akan menghasilkan hasil-hasil realistik. Mereka
lebih cenderung untuk sangat memperhatikan lembaga-lembaga, (artinya
organisasi-organisasi yang dibentuk oleh manusia dan pola keyakinan-keyakinan
dan ide-ide) dan kekuatan-kekuatan yang telah yang telah mempengaruhi evolusi
lembaga-lembaga tersebut. Kelompok kedua yang dapat kita nyatakan sebagai
mashab statistik (The Statistical School) tidak menyetujui pendapat
kelompok pertama, mungkin mereka akan
menyatakan bahwa keterangan-keterangan yang dicapai oleh kaum institusionalis
mungkin bersuifat menarik, tetapi hal itu tidak banyak memberikan
keterangan-keterangan tentang kekuatan-kekuatan dasa sebenarnya yang sedang
bekerja.
Mereka
berkeyakinan bahwa para ahli ekonomi
perlu meniru para ahli bidang ilmu alam
yang melakukan studi secara deduktif artinya : mengumpulkan dan
mengklasifikasikan data objektif kuantitatif setelah mana diusahakan untuk
menarik kesimpulan-kesimpulan yang memperlihatkan hubungan-hubungan
sebab-akibat antara data tersebut. Pertentangan antara kaum yang pertama
(statistik) dengan kaum yang kedua (institusionalis), sesungguhnya berkis
sekitar persoalan objektivitas dan analisis kuantitatif versus analisis kuantitatif.
Kelompok ahli-ahli ekonomi ketiga dapat kita golongkan pada mazhab deduktif
atau analitik (the deductive or analitycal school) kelompok ketiga ini
mengkritik konsep “approach” dan manyatakan bahwa pengumpulan fakta-fakta baik
secara statistik maupun dengan cara lain tidak berguna dan hanya membuang waktu
dan energi apabila tidak terdapat adanya hipotesis deduktif atau perkiraan yang
tepat tentang fakta-fakta mana yang penting untuk dikumpulkan. Tanpa adanya
hipotesis, bahkan tidak mungkin untuk mengetahui apa yang sebenarnya merupakan
suatu fakta.
Esensi metode
deduktif adalah penyusunan uraian-uraian yang bersifat sederhana ataupun
abstrak dengan bertolak dari premis-premis umum atau hipotesis-hipotesis yang
biasanya dicapai melalui pengamatan situasi-situasi dalam kehidupan nyata
hingga akhirnya dicapai kesimpulan-kesimpulan atau prinsip-prinsip umum. Kelompok
ahli-ahli ekonomi ke empat tergolonga pada mazhab elektrik (the eclectic
school) golongan ini mengakui sumbangsih dari pendekatan-pendekatan yang di
kemukakan oleh “mazhab-mazhab” yang telah dibahas, dan mereka menggunakan
metode-metode dan hasil-hasil yang dicapai (masing-masing mazhab) Metode ilmu
ekonomi juga ditentukan oleh pandangan duniannya Secara bahasa, istilah metode
mengacu kepada aturan dan prosedur dari suatu disiplin ilmu yang diikuti dalam
suatu tatanan logika tetentu untuk mencapai suatu tujan yang diinginkan.[3]
Yang sebenarnya dilakukan oleh metode adalah menyediakan kriteria untuk
menerima atau menolak proposisi tertentu sebagai suatu bagian tertentu dari
disiplin.[4]
Dengan
demikian, langkah-langkah yang diambil dan kriteria untuk menerima dan menolak
bergantung, seperti yang ditunjukkan dengan benar oleh Caws, kepada tujuan yang
dicari.[5]
Ilmu ekonomi akan menerima ststus quo, apa adanya, membiarkannya tanpa
penilaian dna tidak akan memebuat rekomendasi kebijakan untuk mengubahnya.
Fungsinya hanya akan melakukan deskripsi (membuat pernyataan positif tentang)
bagaimana operasi dari kekuatan-kekuatan pasar, dan melakukan analisis, secara
teoretis maupun empiris, hubungan antara berbagai variabel yang terlibat dalam
alokasi dan distribusi demikian dengan suatu pandangan untuk membantu membuat
prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Dengan
demikian, ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu pengetahuan positif tanpa ada suatu
peran normatif yang dapat dimainkan. Namun, kalau tujuan ilmu ekonomi itu juga
untuk membantu merealisasikan sarana-sarana humanitarian, metodenya tidak boleh
hanya sekedar untuk deskripsi, analisis, dan prediksi, melainkan juga
membandingkan hsil-hsil yang sebenarnya dengan sarana-sarana yang diinginkan,
melakukan analisis tentang sebab-sebab adanya kesenjangan antara keduanya, dan
memperlihatkan bagaimana kesenjangan tersebut dapat dihapuskan tanpa
mengorbankan kebebasan individu.
Metode Ilmu Ekonmi
Seperti
yang telah dikemukakan di atas bahwa
ilmu ekonomi secara sedehana merupakan
uapaya manusia untuk pemenuhan kebutuhannya yang bersifat tak terbatas
dengan alat pemenuhan kebutuhan berupa
barang dan jasa yang bersifat langka
serta mempunyai kegunaan altrnatif. Untuk
dalam cara pemenuhan kebutuhan itulah berkaitan dengan metode-metode dalam ilmu ekonomi tersebut.
Adapun
metode-metode yang digunakan dalam ilmu ekonmi,menurut
Chaurmain dan Prihatin (1994: 14-16) meliputi:
1.
Meode
Induktif; yaitu metode
di mana suatu keputusan dilakukan dengan
mengumpulkan semua data iformasi yang ada di dalam realitas kehidupan. Realita
tersebut dalam setiap unsur kehidupan yang dialami individu, keluarga,
masyarakat local dan sebagainya mencoba dicari jalan pemecahan sehingga upaya
pemenuhan kebutuhannya tersebut dapat dikaji secara secermat mungkin. Sebagai
contoh upaya menghasilkan dan menyalurkan sumber daya ekonomi. Upaya tersebut
dilakukan sedemikian rupa sehingga sampai diperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang dapat tersedia pada jumlah, harga, dan waktu yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan perencanaan yang dalam ilmu
ekonomi berfungsi sebagai cara ataupun metode untuk menyusun daftar kebutuhan
terhadap sejumlah barang dan jasa yang diperlukan masyarakat.
2.
Metode Deduktif ; adalah suatu metode ilmu ekonomi yang bekerja
atas dasar hukum, ketentuan atau prinsip umum yang sudah diuji kebenarannya. Dengan
metode ini ilmu ekonomi mencoba
menetapkan cara pemecahan
masalah, sesuai dengan acuan, prinsip, hukum dan ketentuan yang ada dalam ilmu
ekonomi. Misalnya, dalam ilmu ekonomi terdapat hukum yang mengemukakan bahwa
“jika persediaan barang-barang dan jasa berkurang dalam masyarakat, sementara
permintaannya tetap, maka maka
barang-barang dan jasa-jasa akan naik
harganya”. Bertolak dari hukum ekonomi tersebut, para ahli ekonomi secara
deduktif sudah dapat menentukan bahwa
harus dijaga agar pesrsediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat
tersebut selalu dapat mencukupi dalam kuantitas dan kualitasnya. Boulding
(1955: 12) menyebutnya sebagai metode eksperimen intelektual (the method of
intellectual experiment).
3.
eode
Matematika; adalah metode
yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi dengan cara pemecahan
soal-soal secara matematis. Hal ini maksudnya bahwa dalam matematika terdapat
kebiasaankebiasaan yang dimulai dengan
pembahasan dalil-dalil. Melaui pembahasan dalil-dalil tersebut dapat
dipastikan bahwa kajiannya itu dapat diterima secara umum.
4.
Meode
Statistika; adalah suatu
metode pemecahan masalah ekonomi dengan cara-cara pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, penafsiran data, dan penyajian
data dalam bentuk angkaangka secara
statistik. Dari angkaangka yang yang
disajikan, kemudian dapat diketahui permasalahan yang sesungguhnya untuk
kemudian dicarikan cara pemecahannya. Sebagai contoh, pembahasan mengenai masalah pengangguran. Dalam hal ini bisa
terlebih dahulu diidentifikasi unsur-unsur yang berkaitan dengan pengangguran,
misalnya; data-data perusahaan, data-data tenaga kerja yang yang
terdidik/kurang terdidik, jenis dan jumlah
lapangan kerja yang trsedia, jumlah dan
tingkat upah yang ditawarkan perusahaan,
temapat perusahaan beroperasi, maupun rata-ratempat tinggal para calon pekerja.
Dari data yag tekumpul tersebut, seorang ahli ekonomi akan dapat menyusun
pengolahan/analisis dan penafsiran data secara statistik yang berhubungan
dengan pemecahan masalah pengangguran tersebut. Dari angka-angka statistik
tersebut kemudian ia dapat menentukan cara-cara yang tepat untuk membantu
mengatasi masalahmasalah pengangguran secara akurat berdasarkan tafsiran
peneliti terhadap angka-angka yang disajian secara statistik.
konsep rasionalitas
Asumsi rasionalitas
Jenis Rasionalitas
Ada dua jenis rasinalitas yakni : Rasionalitas
kepentingan pribadi ( Self Interest Rationalty) dan Present Aim Rationality).
a. Rasionalitas
kepentingan pribadi.
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi
menurut Edgeworth, adalah bahwa setiap pihak digerakkan oleh self interest. Hal
ini mungkin saja benar pada masa-masa Edgeworth,tapi salah satu pencapaian dari
teori utilitas modern adalah kebebasan ilmu ekonomi dan prinsip pertama yang
meragukan tersebut.
b. Present
Aim ratinality.
Teori utilitas modern yang aksiomatis
tidak berasumsi bahwa manusia bersikap mementingkan kepetingan pribadinya(self
interested). Teori ini hanya berasumsi bahwa manusia menyesuaikan prefensinya
dengan sejumlah aksioma: secara kasarnya prefensi-prefensi tersebut harus
konsisten. Individu-individu senyesuaikan dirinya denga aksioma-aksioma ini
tanpa harus menjadi self interested.
2. Aksioma –aksioma pilihan Rasional
Terdapat
sifat dasar yakni kelengkapan (completeness) transifitas ( transivity) dan kontinuitas (continuity).
a. Kelengkapan
Jika Individu dihadapkan pada dua
situasi, A dan B maka ia dapat selalu menentukan scara pasti salah satu dari
tiga kemungkinan berikut ini :
• A
lebih disukai daripada B.
• B
lebih sukai daripada A.
• A
dan B keduanya sama-sama disukai.
b. Transivitas
Jika seseorang berpendapat bahwa A lebih di suakai
daripada B dan B lebih disukai daripada C , maka tentunya ia akan mengatakan A
harus lebih disukai daripada C. Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu
bersifat konsisten secara internal.
c. Kontinuitas
Jika seseorang menganggap A lebih disukai daripada
B ,Maka situasi-situasi yang secara cocok mendekati A Haru juga lebih disukai
daripada B.
3. Asumsi-Asumsi Lain tentang Preferensi
a.
Kemonotonan yang kuat (strong monolonicity)
Bahwa lebih banyak berarti labih baik. Biasanya
kita tidak memerlukan asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang
lebih lemah yakni local nonsatiation.
b.Local nonsatiation.
Asumsi
ini menyebabkan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih baik.sekecil apapun,
bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam “keranjang
konsumsinya”.
c.Konveksitas Ketat (strict convexity)
Asumsi
ini menyatakan bahwa seseoarang lebih menyukai yang rata-rata daripada yang
ekstim.Tetapi selain dari pada makna ini, asumsi ini memiliki muatan ekonomis
yang kecil.strict convexity merupakan generalisasi dari asumsi neoklasik
tentang diminishing marginal rates of substitution.
B. Prespektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas.
1. Perluasan konsep Rasionalitas (untuk
transitivitas)
Pertama-tama
kita berpendapat bahwa self interest rationality yang diperkenalkan oleh
Edgeworth adalah konsep yang lebih baik dalam artinya kita berasumsi bahwa
individu mengejar banyak tujuan. Bukan hanya memperbanyak kekayaan secara
moneter. Sayangnya konsep ini terlalu longgar sehingga tindakan apapun dari
seseorang dapat dijustifikasikan sebagai rasional hanya karena ia mengkliam
bahwa tindakannya didorong oleh self interestnya.
Kedua
kita berpendapat bahwa teori modern tentang keputusan rasional tidak disepakati
secara universal. Versi yang berbeda memiliki aksioma yang berbeda. Tapi
kesemuanya sekurang-kurangnya menyepakati aksioma transivitas. Transivitas
adalah syarat minimal konsistensi : jika konsistensi tidak menyaratkan
transivitas, maka sesungguhnya ia tidak mensyaratkan apapun sebenarnya tidak
semua aksioma teori keputusan rasional merupakan syarat dari konsistensi
.Contohnya salah satu aksioma adalah kelengkepan :terhadap pasangan alternatif
apapun dari A dan B, kita dapat memiliki A daripada B ,B daripada A, Atau sama
saja antara A dan B. Hal ini tidak di persyaratkan oleh konsistensi.
[1] C.A Verrijn stuart, de wetenschap der economie en de glondslagen van
het sociaal economisch leven, 6-e herziene druk, de erven f. Bohn, haarlem,
1947, p.l. yang mengutip (menerjemahkannya) dari knies, die politische
oekonomie vom standpunkte der geschicht linchen methode, p. 327.
[2] Perhatikan uraian Coral R. Daugherty/Marion R. Daugherty, principle of
political Economic volume one, Houghton Mifflin Company, Boston, 1950, pp.
15-16.
[3] Lihat kata-kata metode dan metodologi dalam webster’s ninth
newcollegiate dictionary. Lihat juga caws (1967), hlm.339; Blaug (1980), hlm.
xi.
[4] Lihat machlup (1978), hlm. 54; Blaug (1980), hlm. 264.
[5] Caws (1967), hlm. 112.
MEKANISME HARGA MENURUT IBN KHALDUN
Oleh: Yuwan Ebit Saputro

Ibn Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan
dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan pengaruh
persaingan di antara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan.
Setelah itu ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena
pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tersebut, pada sisi penawaran
Pada bagian lain dari bukunya, Ibn Khaldun menjelaskan pengaruh
naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan, "Ketika barang-barang
yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antarkota
dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan
turun".
Ibnu Khaldun telah menganalisa secara empiris tentang teori supply
and demand dalam masyarakat. Dalam kalimat di atas Ibnu Khaldun secara
ekspilisit memformulasikan tentang hukum
supply dan kaitannya dengan harga. Menurutnya apabila sebuah kota berkembang
pesat, mengalami kemajuan dan
penduduknya padat, maka persediaan bahan makanan pokok melimpah. Hal ini
dapat diartikan penawaran meningkat yang berakibat pada murahnya harga barang
pokok tersebut.
Analisa supply and demand Ibnu Khaldun tersebut dalam ilmu ekonomi modern, diteorikan sebagai terjadinya peningkatan disposable income dari penduduk
kota. Naiknya disposible income
kelebihan pendapatan) dapat menaikkan marginal propersity to consume (kecendrungan
marginal untuk mengkonsumsi) terhadap barang-barang mewah dari setiap penduduk
kota tersebut. Hal ini menciptakan demand baru atau peningkatan permintaan terhadap barang-barang
mewah. Akibatnya harga barang-barang
mewah akan meningkat pula.Adanya kecendrungan
tersebut karena terjadi
disposable income penduduk seiring
dengan berkembangnya kota. Teori Ibnu
Khaldun tentang supply and demand diilustrasikan oleh Adiwarman Karim sebagai
berikut.

Grafik di atas menjelaskan tentang tingkat harga bahan pokok di
kota besar dan kota kecil. Supply bahan pokok penduduk kota besar (Qs2) jauh
lebih besar dari pada supply bahan pokok di kota kecil (Qs1). Menurut Ibnu
Khaldun, penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang melebihi
kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar relatif lebih murah (P2).
Sementara itu supply bahan pokok di kota kecil relatif sedikit. sehingga
permintaan tinggi karena penduduk kota kecil khawatir kehabisan bahan makanan
pokok dan imbasnya harga menjadi lebih tinggi (P1). Kecenderungan mendapatkan
kebutuhan pokok dengan harga murah bagi penduduk kota membuat mereka mempunyai
kelebihan pendapatan (disposable income) dan normalnya setelah kebutuhan pokok
terpenuhi maka manusia cenderung untuk memenuhi kebutuhan pelengkap dan mewah.
Imbasnya harga barang mewah ataupun pelengkap menjadi naik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar