Senin, 17 Oktober 2016

WANITA DALAM PANDANGAN ISLAM



WANITA DALAM PANDANGAN ISLAM


Setelah kedatangan Islam, kaum perempuan ini dimuliakan semulia-mulianya. Kedudukan mereka sederajat dengan kaum laki-laki. Hanya ketaqwaan saja yang dapat membedakan mereka - baik laki-laki maupun perempuan- di mata Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini dinyatakan melalui firman-NYA (yang artinya): Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi ALLAH ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al Hujuraat: 13)
Seorang lelaki bisa jadi sangat hina dan nista dengan sebab tidak adanya ketaqwaan pada dirinya, begitu pula dengan perempuan. Sebaliknya, seseorang lelaki bisa menjadi sangat mulia dan berwibawa karena ketaqwaannya, begitu pula dengan perempuan. Islam telah menghapuskan penindasan terhadap kaum perempuan sebagaimana melenyapkannya terhadap sesama manusia. Dan kaum perempuan di dalam agama yang haq ini diberi banyak kemulian dan kehormatan yang tidak diberikan oleh agama atau ideologi lainnya.[1]
Dan dalam tataran kesejajaran sebagaimana yang dijabarkan Allah dalam Al-Qur’an dan hadits, tidak pernah ada masing-masing saling menjatuhkan, baik laki-laki dengan kelebihannya ataupun perempuan dengan kelebihannya yang lain. Bahkan keduanya sama kedudukannya dalam tanggung jawab.[2] Hal ini sungguh jauh berbeda dengan sistem-sistem aturan yang pernah ada sebelumnya yang menjadikan laki-laki mendhalimi perempuan. Misalnya, tidak ada qishash jika ada yang membunuh perempuan, Islam tidak demikian!!! Allah berfirman, artinya, “Setiap diri akan bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muzammil: 38)
“Dan kami sudah mewajibkan kepada mereka dalam urusan ini, yaitu nyawa harus dibalas dengan nyawa.” (QS. Al-Ma’idah: 45)
“Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang telah Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Bani Israil: 33)
“Dan ketika bayi-bayi perempuan ditanya, atas dosa apakah mereka dibunuh.” (QS. Al-Takwir: 8-9)
Laki-laki dan perempuan juga sama kedudukannya di hadapan Allah dan di depan hukum. Hal ini adalah kesimpulan yang diambil dari hadits Rasulullah yang berbunyi, “Perempuan adalah saudara laki-laki.”
Di antara kesalahan yang terus melekat dan dialami oleh kaum muslimin adalah mengimpor budaya Barat, padahal permasalahan dan gaya hidup mereka benar-benar berbeda dengan karakteristik dan kebutuhan kita. Kita telah melampaui masa sekian abad lamanya dan kita tidak memprotes sedikit pun terhadap ayat Allah yang berbicara tentang perempuan. Allah berfirman, artinya, “Dan tidaklah sama antara laki-laki dengan perempuan.” (QS. Al-Imron: 36)
Dalam masalah kepemimpinan sudah jelas bila laki-laki yang seharusnya menjadi pemimpin bagi perempuan karena memang perbedaan antara 2 gender (laki-laki dan perempuan) adalah perbedaan pada organ-organ tubuh, genetika, dan secara menyeluruh adalah bentuk tubuh dan kekuatannya, bukan perbedaan yang dicapai melalui proses belajar. Apabila perempuan menjadi seorang pemimpin, mampukah dia berhadapan langsung dengan musuh yang datang dan membahayakan orang yang dipimpinnya? Dan laki-lakipun dalam kepemimpinannya tidak boleh semena-mena terhadap yang dipimpinnya. Dia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT kelak akherat demikian juga perempuan. 
Wanita diperbolehkan menjadi pemimpin di rumahnya, bagi anak-anaknya namun bukan bagi suaminya, karena istripun juga dipimpin oleh suami dalam sebuah keluarga. Perempuan memimpin dalam hal yang khusus yaitu terutama memelihara diri, mendidik anak dan memelihara harta suami yang ada di rumah. Tujuan dari ini semua adalah agar kebutuhan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sedangkan perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki. Allah Ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya.” (HR. Bukhari no. 2409)
Kita hendaknya menerima ketentuan Allah yang Maha Bijaksana ini. Bukanlah Allah membendung hak asasi manusia, tetapi Dialah yang mengatur makhluk-Nya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan kebahagiaannya masing-masing.























[1] Baharudin Lopa, al-Qur’an dan hak-hak asasi manusia (yogjakarta, dana bhakti prima yasa, 1999) hal, 65-66
[2] Ibid. hal, 67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar