Sabtu, 29 Oktober 2016

DIKOTOMI BIAYA DAN MANFAAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DIKOTOMI BIAYA DAN MANFAAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(kasus program pemberdayaan masyarakat)
oleh: Yuwan Ebit Saputro

Pada bagian ini merupakan analisis manfaat program pemberdayaan masyarakat. Walaupun tidak didukung dengan data-data kuantitatif yang lengkap tapi analisis deskriptif di bawah ini cukup berarti. Sebagai bahan analsis digunakan beberapa kasus proyek yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Proyek tersebut adalah Program PIDRA di propinsi NTT, Proyek BRDP di Propinsi Bengkulu, dan Program Pompanisasi di Indramayu.
1.  Program Participatory Integrated Development in Rainfed Area (PIDRA) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
 Program PIDRA merupakan replikasi Proyek Pengembangan Lahan Kering (P2LK) Jawa Timur yang diperbaharui pada aspek partisipasi masyarakat pemanfaat proyek. Program ini dilaksanakan berdasarkan Loan Agreement Nomor 539-ID tanggal 21 Juni 2000 yang didanai oleh International for Agricultural Development (IFAD). Tujuan Program PIDRA adalah meningkatkan pendapatan, produksi pangan dan ketahanan pangan. Komponen kegiatan program ini meliputi (1) pemberdayaan masyarakat dan gender, (2) pengembangan pertanian dan peternakan (3) pengembangan lahan dan infrastruktur desa (4) manajemen program dan dukungan kelembagaan.
Peran Bina Swadaya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat Utama (LSMU) yang memberikan bantuan teknis kepada pengelola proyek tingkat propinsi dan LSM lokal dalam mengembangkan pendekatan partisipatif. Keterlibatan masyarakat penerima program sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan di tingkat masyarakat difasitasi oleh pendamping dengan menggunakan metode Rural Rapid Appraisal (RRA). Masyarakat penerima proyek menentukan sendiri program maupun rencana kerja sesuai dengan potensi desa yang dimiliki. Program ini membentuk Kelompok Mandiri (KM) secara demokratis dengan menetapkan pengurus dan anggota kelompok. Asas dari, untuk, dan oleh anggota berlaku di KM, dimana pertanggungjawaban pengurus kepada anggota dilakukan melalui Rapat Anggota. Aturan KM dibuat secara tertulis dalam bentuk Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), butir-butir dalam AD dan ART dibuat bersama oleh pengurus dan anggota. Untuk kegiatan permodalan KM, proyek memberikan matching grant setelah KM memenuhi persyaratan jumlah tabungan yang terkumpul.
Hasil yang diperoleh sampai dengan tahun 2005 adalah:
1.          Terbentuknya sebanyak 710 KM yang tersebar di 5 Kabupaten (TTU, TTS, Sumba Barat, Sumba Timur dan Alor), atau sekitar 14.239 Kepala Keluarga (KK). KM ini mempunyai administrasi kelompok yang lengkap, pertemuan anggota yang teratur, tabungan yang teratur serta kegiatan usaha produktif.
2.          KM mempunyai jaringan kerja dengan Pihak Pemerintah Daerah, swasta dan sekolah.
3.          Meningkatnya pendapatan anggota KM, yang dilihat dari kepemilikan ternak maupun usaha, pengembalian pinjaman yang lancar, peningkatan konsumsi keluarga untuk investasi pendidikan dan kesehatan.
4.          Terlaksananya kegiatan konservasi yang mendukung ketahanan pangan (DAS Mikro).
2.  Program Bengkulu Regional Development Project (BRDP)
BRDP merupakan proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia yang dilaksanakan sejak tahun 1998. Komponen BRDP merupakan kegiatan masyarakat desa melalui partisipasi masyarakat yang meliputi: (1) pembangunan sarana/prasarana desa (2)Adopsi pertanian dan (3) usaha ekonomi produktif dalam bentuk dana bergulir. BRDP mencakup 220 desa di 16 kecamatan pada 3 kabupaten, yaitu Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong. Di tingkat masyarakat desa dibentuk UPKD (Unit Pengelola Keuangan Desa) yang berfungsi sebagai wadah pemberdayaan yang menempatkan kreatifitas dan tanggung jawab anggotanya untuk peningkatkan kesejahteraan hidup. Proyek menempatkan pendamping yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat baik pada aspek manajemen maupun teknis usaha (Bina Swadaya, 2003).
Selama kurun waktu 2003, jumlah peminjam UPKD sebanyak 12.832 orang terdiri dari laki-laki 9.714 dan 3.118 perempuan. Tingkat pengembalian pinjaman secara keseluruhan sebesar rata-rata 77%. Sedangkan tingkat pertumbuhan tabungan kelompok rata-rata 40%. Dampak proyek terhadap peningkatan pendapatan masyarakat terlihat dengan adanya peningkatan konsumsi dan kepemilikan masyarakat. Disamping itu rata-rata kwantitas usaha yang dimiliki semakin bertambah. Secara sosial pertemuan untuk melakukan diskusi secara teratur di tingkat kelompok merupakan sarana saling belajar dan bertukar pengalaman terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha mereka.
3.  Program Pompanisasi Haurgeulis Indramayu
            Program pompanisasi di Kecamatan Haurgeulis Indramayu dilaksanakan dari tahun 1989 hingga 1995. Bina Swadaya melakukan introduksi pembangunan irigasi skala kecil pompanisasi untuk mengangkat air sungai Cipunegara bagi kepentingan pengairan di areal sawah tadah hujan. Kegiatan ini didanai oleh German Agro Action yang bekerjasama dengan Pemda Tingkat II Indramayu. Melalui irigasi pompanisasi ini, kebutuhan air untuk tanaman padi sawah dapat lebih terjamin, terutama saat musim kemarau sehingga produktifitas lahan tadah hujan per tahun mengalami peningkatan. Selain untuk meningkatkan produksi padi, aspek lain yang juga dicapai oleh proyek ini adalah pemerataan kesempatan kerja bagi buruh tani. 
        Bina Swadaya membantu petani melalui mekanisme kredit dana berputar. proses ini mengajarkan kepada petani mengenai kemandirian dan tanggung jawab karena mereka harus mengembalikan apa yang mereka terima. Bina Swadaya menempatkan tenaga pendamping yang memfasilitasi proses keswadayaan di tingkat masyarakat dalam wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Pendampingan kepada P3A dilakukan pada  aspek teknis, kelembagaan dan ekonomi. Setelah masa pendampingan selesai, maka P3A selanjutnya mengambil alih manajemen proyek di tingkat masyarakat.
 Hasil yang telah dicapai oleh proyek ini adalah: 
1.      Terbentuknya kelembagaan P3A yang mampu mengelola dan memeliharan sistem irigasi pompa.
2.      Meningkatnya produktivitas lahan dari 1 kali panen menjadi 3 kali panen dalam setahun.
3.      Meningkatnya produksi dari 3-4 ton per ha menjadi 6-7 ton per ha gabah kering.
4.      Meningkatkan pemahaman hidup berdemokrasi di tingkat petani.
5.      Meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola dan memelihara proyek.
6.      Meningkatnya partisipasi petani melalui iuran setiap musim untuk kepentingan operasional pompa dan dana cadangan untuk mengganti pompa baru.
     Dari hasil evaluasi studi dampak mengenai proyek pompanisasi ini, dampak proyek terhadap masyarakat sebagai berikut (Arihadi dan Fiyanti, 2001).
1.          Irigasi pompa telah meningkatkan produktifitas lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani peserta proyek. 
2.          Peningkatan pendapatan menyebabkan perubahan terhadap perbaikan tingkat konsumsi keluraga petani.
3.          Berdasarkan indikator Sajogyo rata-rata pengeluaran per kapita per tahun petani berada di atas garis kemiskinan. Rata-rata petani mengeluarkan biaya untuk konsumsi sebesar 37-47%. Nilai ini dibawah rata-rata nasional BPS (1999) yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia rata-rata membelajakan lebih dari 55,3% dari total pengeluarannya untuk konsumasi.
4.          Belum adanya kesetaraan gender terhadap akses kesempatan kerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Karena justru kegiatan perempuan dengan adanya proyek ini menambah beban pekerjaan mereka.
Belajar dari beberapa proyek/program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat, tentunya menjadi pertanyaan besar, bagaimanakan keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh.  Ukuran manfaat apabila dibandingkan dengan investasi yang sudah dikeluarkan untuk pengadaan program tersebut tidak hanya diukur secara ekonomi melainkan dampak-dampak pada aspek lain yang juga menjadi manfaat dari program pemberdayaan. 
1.  Manfaat dari aspek ekonomi.
     Secara ekonomi, rata-rata program pemberdayaan masyarakat mampu meingkatkan pendapatan masyarakat pemanfaat dan bahkan masyarakat diluar sasaran proyek. Filosofinya sederhana, bahwa persoalan masyarakat miskin terutama adalah tidak mempunyai modal untuk berusaha. Dengan intervensi pendampingan, maka memungkinkan mereka untuk memobilisasi tabungan kelompok yang digunakan untuk modal usaha. Modal yang terkumpul di tingkat kelompok, mengundang partisipasi dana yang lebih besar dari pihak ketiga. Bahkan saat inipun memungkinkan lembaga keuangan untuk memberikan pelayanan modal kepada kelompok swadaya. Modal usaha merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan proses produksi. Artinya secara signifikan terbukti bahwa semakin besar modal yang digunakan maka semakin besar output yang dihasilkan. Pada Program PIDRA, Proyek BRDP maupun Proyek Pompanisasi di Indramayu, rata-rata masyarakat penerima proyek telah dapat memanfaatkan fasilitasi proyek sebagai aset ekonomi. Terjadi deversifikasi konsumsi masyarakat baik untuk peningkatan kualitas gizi, pendidikan maupun kesehatan. Disebabkan karena terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat.
Usaha produktif yang dilakukan oleh kelompok juga membuka kesempatan kerja  atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Multiplier effect, ini sangat nampak saat sebuah jenis usaha berkembang maka mendorong jenis usaha lain untuk mendukung perkembangannya. Sebagai contoh pada Program PIDRA, adanya industri kerajinan tenun ikat maka beberapa warga masyarakat menjadi pemasok bahan baku. Ketersediaan lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat.
2.  Manfaat dari aspek sosial kemasyarakatan.
 Pemberdayaan masyarakat menekankan partisipasi masyarakat untuk menemukenali permasalahan sendiri, mengatasi dengan program kerja yang sesuai dan mengatur penyelenggaraan untuk keberlajutannya. Mubyarto (1984) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Selanjutnya partisipasi ini dibedakan atas partisipasi kolektif dan partisipasi individu.
Menurut Ndraha (1987) bahwa partisipasi masyarakat didorong melalui, yaitu: (1) proyek pembangunan bagi masyarakat desa yang dirancang sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat (2) organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat (3) peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan. Jadi masih dibutuhkan wadah untuk berpartisipasi di tingkat kelompok. Melalui wadah partisipasi tersebut anggota kelompok akan saling belajar melalui pendekatan"learning by doing" menuju pada tujuan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Yang terjadi adalah adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun sikap yang merupakan potensi untuk pembangunan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar