DIKOTOMI BIAYA DAN
MANFAAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(kasus program
pemberdayaan masyarakat)
oleh: Yuwan Ebit Saputro
Pada bagian ini
merupakan analisis manfaat program pemberdayaan masyarakat. Walaupun tidak
didukung dengan data-data kuantitatif yang lengkap tapi analisis deskriptif di
bawah ini cukup berarti. Sebagai bahan analsis digunakan beberapa kasus proyek
yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Proyek tersebut adalah Program PIDRA
di propinsi NTT, Proyek BRDP di Propinsi Bengkulu, dan Program Pompanisasi di
Indramayu.
1. Program Participatory Integrated Development
in Rainfed Area (PIDRA) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Program PIDRA merupakan replikasi Proyek
Pengembangan Lahan Kering (P2LK) Jawa Timur yang diperbaharui pada aspek
partisipasi masyarakat pemanfaat proyek. Program ini dilaksanakan berdasarkan
Loan Agreement Nomor 539-ID tanggal 21 Juni 2000 yang didanai oleh
International for Agricultural Development (IFAD). Tujuan Program PIDRA adalah
meningkatkan pendapatan, produksi pangan dan ketahanan pangan. Komponen
kegiatan program ini meliputi (1) pemberdayaan masyarakat dan gender, (2) pengembangan
pertanian dan peternakan (3) pengembangan lahan dan infrastruktur desa (4)
manajemen program dan dukungan kelembagaan.
Peran
Bina Swadaya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat Utama (LSMU) yang memberikan
bantuan teknis kepada pengelola proyek tingkat propinsi dan LSM lokal dalam
mengembangkan pendekatan partisipatif. Keterlibatan masyarakat penerima program
sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan di
tingkat masyarakat difasitasi oleh pendamping dengan menggunakan metode Rural
Rapid Appraisal (RRA). Masyarakat penerima proyek menentukan sendiri program
maupun rencana kerja sesuai dengan potensi desa yang dimiliki. Program ini
membentuk Kelompok Mandiri (KM) secara demokratis dengan menetapkan pengurus
dan anggota kelompok. Asas dari, untuk, dan oleh anggota berlaku di KM, dimana
pertanggungjawaban pengurus kepada anggota dilakukan melalui Rapat Anggota.
Aturan KM dibuat secara tertulis dalam bentuk Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran
Rumah Tangga (ART), butir-butir dalam AD dan ART dibuat bersama oleh pengurus
dan anggota. Untuk kegiatan permodalan KM, proyek memberikan matching grant setelah KM memenuhi
persyaratan jumlah tabungan yang terkumpul.
Hasil yang diperoleh
sampai dengan tahun 2005 adalah:
1.
Terbentuknya sebanyak 710
KM yang tersebar di 5 Kabupaten (TTU, TTS, Sumba Barat, Sumba Timur dan Alor),
atau sekitar 14.239 Kepala Keluarga (KK). KM ini mempunyai administrasi
kelompok yang lengkap, pertemuan anggota yang teratur, tabungan yang teratur
serta kegiatan usaha produktif.
2.
KM mempunyai jaringan kerja
dengan Pihak Pemerintah Daerah, swasta dan sekolah.
3.
Meningkatnya pendapatan
anggota KM, yang dilihat dari kepemilikan ternak maupun usaha, pengembalian
pinjaman yang lancar, peningkatan konsumsi keluarga untuk investasi pendidikan
dan kesehatan.
4.
Terlaksananya kegiatan
konservasi yang mendukung ketahanan pangan (DAS Mikro).
2. Program Bengkulu Regional Development Project (BRDP)
BRDP
merupakan proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia yang dilaksanakan sejak tahun
1998. Komponen BRDP merupakan kegiatan masyarakat desa melalui partisipasi
masyarakat yang meliputi: (1) pembangunan sarana/prasarana desa (2)Adopsi
pertanian dan (3) usaha ekonomi produktif dalam bentuk dana bergulir. BRDP
mencakup 220 desa di 16 kecamatan pada 3 kabupaten, yaitu Bengkulu Utara,
Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong. Di tingkat masyarakat desa dibentuk UPKD
(Unit Pengelola Keuangan Desa) yang berfungsi sebagai wadah pemberdayaan yang
menempatkan kreatifitas dan tanggung jawab anggotanya untuk peningkatkan
kesejahteraan hidup. Proyek menempatkan pendamping yang memberikan bantuan
teknis kepada masyarakat baik pada aspek manajemen maupun teknis usaha (Bina
Swadaya, 2003).
Selama
kurun waktu 2003, jumlah peminjam UPKD sebanyak 12.832 orang terdiri dari
laki-laki 9.714 dan 3.118 perempuan. Tingkat pengembalian pinjaman secara
keseluruhan sebesar rata-rata 77%. Sedangkan tingkat pertumbuhan tabungan
kelompok rata-rata 40%. Dampak proyek terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat terlihat dengan adanya peningkatan konsumsi
dan kepemilikan masyarakat. Disamping itu rata-rata kwantitas usaha yang
dimiliki semakin bertambah. Secara sosial pertemuan untuk melakukan diskusi
secara teratur di tingkat kelompok merupakan sarana saling belajar dan bertukar
pengalaman terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha mereka.
3. Program Pompanisasi Haurgeulis Indramayu
Program
pompanisasi di Kecamatan Haurgeulis Indramayu dilaksanakan dari tahun 1989
hingga 1995. Bina Swadaya melakukan introduksi pembangunan irigasi skala kecil
pompanisasi untuk mengangkat air sungai Cipunegara bagi kepentingan pengairan
di areal sawah tadah hujan. Kegiatan ini didanai oleh German Agro Action yang
bekerjasama dengan Pemda Tingkat II Indramayu. Melalui irigasi pompanisasi ini,
kebutuhan air untuk tanaman padi sawah dapat lebih terjamin, terutama saat
musim kemarau sehingga produktifitas lahan tadah hujan per tahun mengalami
peningkatan. Selain untuk meningkatkan produksi padi, aspek lain yang juga
dicapai oleh proyek ini adalah pemerataan kesempatan kerja bagi buruh
tani.
Bina
Swadaya membantu petani melalui mekanisme kredit dana berputar. proses ini
mengajarkan kepada petani mengenai kemandirian dan tanggung jawab karena mereka
harus mengembalikan apa yang mereka terima. Bina Swadaya menempatkan tenaga
pendamping yang memfasilitasi proses keswadayaan di tingkat masyarakat dalam
wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Pendampingan kepada P3A dilakukan
pada aspek teknis, kelembagaan dan ekonomi.
Setelah masa pendampingan selesai, maka P3A selanjutnya mengambil alih
manajemen proyek di tingkat masyarakat.
Hasil yang
telah dicapai oleh proyek ini adalah:
1.
Terbentuknya kelembagaan P3A yang
mampu mengelola dan memeliharan sistem irigasi pompa.
2.
Meningkatnya produktivitas lahan
dari 1 kali panen menjadi 3 kali panen dalam setahun.
3.
Meningkatnya produksi dari 3-4 ton
per ha menjadi 6-7 ton per ha gabah kering.
4.
Meningkatkan pemahaman hidup
berdemokrasi di tingkat petani.
5.
Meningkatkan kemampuan petani
dalam mengelola dan memelihara proyek.
6.
Meningkatnya partisipasi petani
melalui iuran setiap musim untuk kepentingan operasional pompa dan dana
cadangan untuk mengganti pompa baru.
Dari
hasil evaluasi studi dampak mengenai proyek pompanisasi ini, dampak proyek
terhadap masyarakat sebagai berikut (Arihadi dan Fiyanti, 2001).
1.
Irigasi pompa telah
meningkatkan produktifitas lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani
peserta proyek.
2.
Peningkatan pendapatan
menyebabkan perubahan terhadap perbaikan tingkat konsumsi keluraga petani.
3.
Berdasarkan indikator
Sajogyo rata-rata pengeluaran per kapita per tahun petani berada di atas garis
kemiskinan. Rata-rata petani mengeluarkan biaya untuk konsumsi sebesar 37-47%.
Nilai ini dibawah rata-rata nasional BPS (1999) yang menyatakan bahwa penduduk
Indonesia rata-rata membelajakan lebih dari 55,3% dari total pengeluarannya
untuk konsumasi.
4.
Belum adanya kesetaraan
gender terhadap akses kesempatan kerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
Karena justru kegiatan perempuan dengan adanya proyek ini menambah beban
pekerjaan mereka.
Belajar dari
beberapa proyek/program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat,
tentunya menjadi pertanyaan besar, bagaimanakan keseimbangan antara biaya yang
dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh.
Ukuran manfaat apabila dibandingkan dengan investasi yang sudah
dikeluarkan untuk pengadaan program tersebut tidak hanya diukur secara ekonomi
melainkan dampak-dampak pada aspek lain yang juga menjadi manfaat dari program
pemberdayaan.
1. Manfaat dari aspek ekonomi.
Secara
ekonomi, rata-rata program pemberdayaan masyarakat mampu meingkatkan pendapatan
masyarakat pemanfaat dan bahkan masyarakat diluar sasaran proyek. Filosofinya
sederhana, bahwa persoalan masyarakat miskin terutama adalah tidak mempunyai
modal untuk berusaha. Dengan intervensi pendampingan, maka memungkinkan mereka
untuk memobilisasi tabungan kelompok yang digunakan untuk modal usaha. Modal
yang terkumpul di tingkat kelompok, mengundang partisipasi dana yang lebih
besar dari pihak ketiga. Bahkan saat inipun memungkinkan lembaga keuangan untuk
memberikan pelayanan modal kepada kelompok swadaya. Modal usaha merupakan salah
satu faktor penting dalam melakukan proses produksi. Artinya secara signifikan
terbukti bahwa semakin besar modal yang digunakan maka semakin besar output
yang dihasilkan. Pada Program PIDRA, Proyek BRDP maupun Proyek Pompanisasi di
Indramayu, rata-rata masyarakat penerima proyek telah dapat memanfaatkan
fasilitasi proyek sebagai aset ekonomi. Terjadi deversifikasi konsumsi
masyarakat baik untuk peningkatan kualitas gizi, pendidikan maupun kesehatan. Disebabkan
karena terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat.
Usaha
produktif yang dilakukan oleh kelompok juga membuka kesempatan kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun
masyarakat luas. Multiplier effect,
ini sangat nampak saat sebuah jenis usaha berkembang maka mendorong jenis usaha
lain untuk mendukung perkembangannya. Sebagai contoh pada Program PIDRA, adanya
industri kerajinan tenun ikat maka beberapa warga masyarakat menjadi pemasok
bahan baku. Ketersediaan lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian
masyarakat.
2. Manfaat dari aspek sosial kemasyarakatan.
Pemberdayaan masyarakat menekankan partisipasi
masyarakat untuk menemukenali permasalahan sendiri, mengatasi dengan program
kerja yang sesuai dan mengatur penyelenggaraan untuk keberlajutannya. Mubyarto
(1984) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan membantu berhasilnya setiap
program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan
diri sendiri. Selanjutnya partisipasi ini dibedakan atas partisipasi kolektif
dan partisipasi individu.
Menurut
Ndraha (1987) bahwa partisipasi masyarakat didorong melalui, yaitu: (1) proyek
pembangunan bagi masyarakat desa yang dirancang sederhana dan mudah dikelola
oleh masyarakat (2) organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu
menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat (3) peningkatan peranan
masyarakat dalam pembangunan. Jadi masih dibutuhkan wadah untuk berpartisipasi
di tingkat kelompok. Melalui wadah partisipasi tersebut anggota kelompok akan
saling belajar melalui pendekatan"learning
by doing" menuju pada tujuan peningkatan kualitas hidup yang lebih
baik. Yang terjadi adalah adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun
sikap yang merupakan potensi untuk pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar