Senin, 12 September 2016

KONSEP UANG IMAM GHAZALI



KONSEP UANG IMAM GHAZALI
Uang adalah benda yang sangat besar fungsinya bagi kehidupan kita semua. Tanpa uang pastilah kita akan sangat kesulitan untuk melakukan jual beli. Coba bayangkan apabila tidak ada uang, mungkinkah kita tetap seperti zaman dahulu yang masih menggunakan system barter. Namun dengan adanya uang yang telah kita pakai sampai dengan saat ini, ada beberapa permasalahan tersendiri bahkan sampai menimbulkan krisis moneter yang berkelanjutan. Namun dalam hal ini imam al-Ghazali sudah membahas permasalahan serta evolusi uang dan berbagai fungsinya. Ia juga menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari system barter, ia juga membahas berbagai akibat negative dari pemasluan dan penurunan nilai mata uang, yang kemudian hasil penelitian beliau dipelajari oleh Nicholas oresme, Thomas Gresham, dan Richad Cantillon. Maka dalam  essay ini akan dijelaskan bagaimana pandangan Imam Al-Ghazali mengenai uang.
Dalam pandangan al-Ghazali menyatakan bahwa fungsi Uang adalah sebagai media alat tukar, salah satunya adalah mengenai analisis terhadap fungsi uang (khususnya uang emas dan perak). Menurut beliau, fungsi uang sangat sederhana, yaitu hanya sebagai media alat tukar. Contohnya, seseorang memiliki sekarung kunyit. Sementara dia lebih membutuhkan seekor unta yang akan dia tunggangi. Sementara itu, ada seseorang yang memiliki seekor unta, tetapi dia mem-butuhkan kunyit yang akan dia konsumsi. Di sini diperlukan alat tukar sebagai pengukur nilai dari satuan unit komoditas yang berbeda-beda. Lebih jauh  Al - Ghazali  menjelaskan, sangat sulit mempertukarkan dua komoditas yang berbeda antara seekor unta dan sekarung kunyit, karena pemilik unta dipastikan tidak akan mau menukarkan untanya dengan sekarung kunyit. Dalam hal ini, maka fungi uang menjadi penting, yang akan digunakan sebagai alat ukur yang paling mudah dan adil dari perbedaan nilai dua komoditas yang berbeda. Maka dari itu dalam esai ini akan membahas lebih dalam mengenai konsep uang imam al-Ghazali dalam perspektif ekonomi islam.
Didalam buku ihya’ Ulum al Din, beliau telah mendiskusikan kerugian dari system barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar (means of exchange) dan pengukur nilai (unit of account). Dalam karnyanya Al-Ghazali mendefinisikan bahwa uang adalah barang atau benda yang berungsi sebagai sarana untuk mendapatkan barang lain. Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai instrinsik). Oleh karenanya, ia mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi mampu merefleksikan semua jenis warna.[1] Menurut imam Al-Ghazali, uang hanya sebagai standart harga barang atau benda maka uang tidak memiliki nilai instrinsik. Atau lebih tepatnya nilai instrinsik suatu mata uang yang di tunjukkan oleh real existence-nya dianggap tidak pernah ada. Anggapan Al-Ghazali bahwa uang tidak memiliki nilai instrinsik ini pada akhirnya terkait dengan permasalahan seputar perintaan terhadap uang, riba, dan jual beli mata uang. Maka dalam hal ini ada beberapa pendapat dari seorang ilmuan ternama yaitu Bernand Lewis (1993) yang menegaskan bahwa konsep keuangan al-Ghazali menunjukkan karakter yang khas, mengingat kentalnya nuansa filosofis akibat pengaruh dari ilmu tasawufnya.
Namun dalam hal ini, yang menarik dari konsep uang al-Ghazali adalah bahwa al-Ghazali sama sekali tidak terjebak pada dataran filosofisnya melainkan menunjukkan perpaduan antara nilai-nilai filosofis tersebut dengan disertai dengan argumentasi yang logis dan jernih. Kearifan  lain  dari  uang  menurut  Al-Ghazali adalah bahwa uang itu memberikan kemudahan  bagi  setiap  individu  dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dia  diperlukan. Seseorang yang memiliki uang dengan mudah dapat membelanjakan uangnya untuk membeli pakaian, makanan yang dia perlukan. Jadi, beliau berkeyakinan di sinilah diperlukannya uang yang berfungsi sebagai media alat tukar. Dalam hal lain Al-Ghazali tidak mempermasalahkan penerapan uang bukan emas dan perak, tetapi,dengan catatan pemerintah mampu menjaga stabilitas mata uang tersebut sebagai alat pembayaran yang sah dalam transaksi yang digunakan masyarakat.
Oleh karena itu ada beberapa pandangan al-Ghazali mengenai konsep uang dalam perspektif system ekonomi Islam, diantaranya adalah: (a).Larangan menimbun uang (money hoarding). Dalam konsep islam, uang adalah benda public yang memiliki peran yang sangar signifikan dalam perekonomian masyarakat. Karena itu, ketika uang ditarik dari sirkulasinya, maka akan hilang fungsi penting didalamnya. Maka dari itu praktik menimbun uang dalam islam dilarang keras sebab akan berdampak pada instabilitas perekonomian suatu masyarakat. Menurut al-Ghazali alasan dasar melarang untuk menimbun uang adalah karena tindakan tersebut akan menghilangkan fungsi yang melekat pada uang itu. Sebagaimana disebutkan bahwa tujuan dibuatnya uang adalah agar beredar dimasyarakat sebagai sarana transaksi dan bukan untuk memonopoli oleh golongan tertentu, bahkan dampak buruk dari praktik menimun uang ini adalah inflasi. Sebaliknya jika jumlah uang yang beredar lebih sedikit daripada barang yang tersedia maka akan terjadi deflasi. Kedua-duanya sama penyakit ekonomi yang harus dihindari sehingga jumlah barang yang tersedia selalu seimbang di pasar.[2] (b). Jual Beli Mata Uang, Jual beli mata uang adalah salah satu hal yang masuk dalam kategori riba, maka dalam menyikapi hal ini al-Ghazali melarang praktik yang demikian ini. Baginya, jika paktik jual beli mata uang diperbolehkan maka sama saja dengan membiarkan orang lain melakukan praktik penimbunan uang yang akan berakibat pada kelangkaan uang dalam masyarakat. Karena diperjualbelikan uang hanya akan beredar dikalangan tertentu, yaitu orang-orang kaya. Ini adalah tindakan yang sangat dzalim. (c). Pendapat yang ke tiga adalah mengenai Probelmatika Riba, dalam konsep uang menurut imam Ghazali alasan dasar dalam mengharamkan riba yang terkait dengan uang adalah didasarkan pada motif dicetaknya uang itu sendiri, yaitu hanya sebagai alat tukar dan standar nilai barang semata, bukan sebagai komoditas. Karena itu, perbuatan ribadenagn cara tukar-menukar uang yang sejenis adalah tindakan yang keluar dari tahun awal penciptaan uang yang dilarang oleh agama.[3]






[1] Al-Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Ma’rifat, t.t), juz 4, 96.
[2] Adi Warman Azwar Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: Karim Business Consulting, 2001), 6.
[3] Rais Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, dari masa klasik hingga modern. (Jakarta: Pustaka Asatrus, 2005). Hal 129-130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar