Rabu, 24 Agustus 2016

BARAT DAN LIBERALISME



BARAT DAN LIBERALIS
            Mengenai teologi atau syari'ah Islam, amat sangat mustahil untuk disamaratakan dengan ketentuan hukum ajaran Barat atau dengan agamanya. Artinya, Islam tidak harus didikte oleh orang asing-non-Muslim dalam masalah keagamaan, baik berbentuk wacana, teori agama dan lain sebagainya. Wacana Islam Liberal misalnya, hasil pemikiran plus kategorisasi keagamaan ala dua orang asing; Leonard Binder  dan Charles Kurzman. Sangat menunjukkan sebuah kebodohan, kalau kita lebih meyakinkan pemikiran orang asing atau orientalis dari pada tokoh Muslim sendiri dalam kajian Islam. Begitu juga sebuah perbuatan yang naive apabila umat Islam bersangka baik terhadap orang yang "tidak akan pernah ridha" dengan kita seorang Muslim, dan senantiasa memusuhi kita. Sebuah kekeliruan, jika kita menelan mentah-mentah apa yang mereka katakan dan mereka tulis. Dus, lebih celaka lagi apabila kita mengamini dan mengikuti seraya meniru-niru (parroting) melakukan apa yang mereka kerjakan, seperti menghina Rasulullah saw., memburuk-burukkan para sahabat dan Tabi'in, meremehkan para ulama salaf, meragukan otoritas dan otentisitas tradisi keilmuan Islam, lalu membuat critical edition of al-Qur'an, menolak hadits (inkar as-sunnah), membuat tafsir dan hukum sendiri mengikuti hawa nafsu yang sesat dan menyesatkan (Syamsuddin : 2008, 21).
            Sedikit akan dijelaskan argumentasi dua aktor pemikiran 'kacau' (Liberalisme) terhadap Islam di Indonesia, Leonard Binder dan Charles Kurzman, yang juga dijadikan sebagai pijakan studi Islam oleh sebagian ilmuan Muslim Indonesia khususnya yang 'kebelinger'. Kurzman, dalam pengantarnya menyatakan bahwa secara historis, sebenarnya di kalangan pemikir-pemikir Islam banyak yang mendukung demokrasi, menentang teokrasi, jaminan pada hak-hak kaum perempuan, hak-hak non-Muslim di negara Islam, pembelaan terhadap kebebasan berpikir, dan kepercayaan terhadap potensi manusia. Dus, tema-tema ini merupakan tema-tema yang bisa membahayakan buat diri mereka yang menyuarakan, sekaligus bagi negara yang memformalkan negara Islam.  Sementara itu, Leonard Binder, mengemukakan :

”Bagi kaum muslim liberal, bahasa al-Qur'an sebenarnya merupakan hal yang sederajat dengan hakikat wahyu, namun isi dan pewahyuannya tidak bersifat verbal. Karena al-Qur'an tidak secara langsung mengungkapkan makna pewahyuan, maka diperlukan upaya pemahaman yang berbasis kata-kata, namun bukan hanya terbatas pada kata-kata, tetapi harus mencari apa yang hendak disampaikan oleh bahasa wahyu tersebut dari sanalah kemudian Islam akan menemukan akarnya yang paling liberal, ketimbang ketika Islam hanya dipahami lewat ritual simbolik semata”.

            Gaya khas orientalis untuk merancukan dan meretakkan keserasian pemahaman umat Islam, contohnya menonjolkan image 'citra' bahwa dalam Islam senantiasa penuh dengan perbedaan dan konflik. "Para ulama Islam selalu berbeda dan bertikai dalam masalah aqidah, sumber hukum Islam, maupun dalam aspek politik, yang kesemuanya merupakan hal-hal pokok ajaran Islam," tegas para orientalis.  Semua itu kenyataannya adalah nonsense talking 'omong kosong’. Dan sebuah pembodohan sistematis, demi mengesankan bahwa Islam benar-benar banyak, Islam tidak satu, dan karena itu tidak harus meyakini paham Islam tertentu. Ujung-ujungnya, umat Muslim khusunya digiring untuk menerima pluralisme agama, semua agama itu benar.
            Selain itu, para oreintalis Barat selalu mengangkat 'jargon-jargon' HAM dan demokrasi, yang seakan-akan ajaran Islam totaliter, tanpa demokratisasi dan tidak memikirkan hak asasi manusia. Kalau simpatisan, dan khususnya kaum Muslimin kurang cerdas dalam menghadapi dan memahami propaganda atau jargon Barat diatas, maka akan muncul konsep 'liberalisme' dibawah payung HAM dan Demokrasi. Dari paham liberal itu lah, pemikiran diabolis lainnya akan bertebaran. Seperti; Sekularisme, relativisme, pluralisme, sophisme, agnostisisme, yang akhir pemahaman-pemahaman tersebut menuju nihilisme atau pemahaman bebas agama dan tuhan dengan semboyan "God is no more". Begitulah virus Barat dengan orientalismenya terhadap paradigma para Liberalis, baik dari kalangan Muslim atau non-Muslim yang terpengaruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar