APA DAN SIAPA ORIENTALISME….?
Orientalisme dalam Kamus Bahasa Indonesia
adalah ilmu pengetahuan tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran. Dalam
pengertian lain dikatakan; bahwa sekelompok orang atau golongan dari asal
Negara dan ras yang berbeda, yang selalu mengkonsentrasikan pribadinya dalam
kajian ketimuran, baik Timur dekat maupun Timur jauh,[1] khususnya Negara Arab, Cina, Persia dan
India, dengan fokus hanya dalam bidang keilmuan, peradaban, dan agama, secara
general didefinisikan sebagai gerakan orientalis (orientalisme).[2] Dan maksud studi ketimuran diatas,
hakekatnya dikonsentrasikan kepada studi keislaman, yang mana umatnya (Islam)
dengan cemerlang dan kreatif telah berhasil membangun struktur peradaban Islam
dengan warisan-warisan peradaban klasik. Adapun Ilmu-ilmu pengetahuan
sebelumnya yang berasal dari Persia, Yunani, India, Mesir telah direvatilisasi
oleh Ummat Islam, dan juga mereka berpartisipasi dalam mengembangkan ilmu-ilmu
itu secara besar-besaran dengan menambahkan beberapa disiplin keilmuan baru
didalamnya. Dari sinilah, kemudian ilmu-ilmu sebelum disiplin ilmu Islam yang
telah dikaji dan diluruskan oleh kaum Muslimin, menjadi referensi utama bagi
kebangkitan Eropa (renaissance) dan menjadi mercusuar (manarah)
yang cahayanya menyinari berbagai peradaban dunia.[3]
Kalau
kita pahami pemaknaan 'orientalisme' di atas, bagi kritikus pasti akan
bertanya, apakah orang Indonesia
yang mempelajari tentang ketimuran bisa disebut orientalis? Dalam majalah Islamia
tentang kajian orientalis dikatakan, bahwa sebutan orientalis diberikan kepada
setiap ilmuwan Barat yang mempelajari segala sesuatu tentang ketimuran,
termasuk keislaman, dan khusunya juga istilah orientalis diberikan kepada
orang-orang Nashrani yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahas Arab.[4] Lebih
tegasnya, istilah ‘orientlaisme’ hanya diberikan kepada ilmuwan Barat dari
golongan Yahudi, Kristen atau bahkan ateis yang sibuk mengkaji Islam beserta
seluk beluknya.[5]
Sekelumit
tentang makna kata orientalisme dan orientalis telah dijelaskan, dan sekarang
kita melajutkan ke salah satu pembahasan orientalisme yang banyak
diperselisihkan, yaitu 'awal mula orientalisme', oleh kalangan ilmuwan dan
pemikir Muslim maupun Non-Muslim.
Awal Mula Orientalisme
Beberapa trauma peperangan Barat atas
Timur (Islam) yang mendarah daging, dan berakhir dengan sebuah pembelajaran
Barat atas Timur. Salah satunya Perang Krusada (1096-1270 M), dengan tujuan
untuk mendapatkan kerajaan Timur menurut Bohemund,[6] kemudian dijadikan pelajaran oleh Barat dengan
cara mempelajari kajian keislaman dari Timur dan kemudian mencari kelemahannya
yang sudah eksis selama berabad-abad.[7] Islam menurut Barat sebagi bahaya
yang hakiki, dari segi akidah, peradaban, juga kekuatan militer. Di samping itu
ketika mereka melihat Islam sedang berkembang, kondisi Barat sendiri dalam
kondisi terbelakang dan bodoh dan bahkan sejarawan Eropa mengistilahkan dengan,
Gibbon: "massa itu merupakan masa yang paling buruk yang dialami bangsa
Eropa sepanjang sejarahnya." (Buchari, 2006: 47). Selain
peristiwa Crusede,[8] peristiwa
Futuhat Islamiyyah (penaklukan Islam atas Vienna dan konstantinopel) dan
penaklukan pada masa daulat Utsmaniyah menimbulkan syindrome 'rasa
takut' dalam jiwa masyarakat Barat. Pada akhirnya, rasa benci dan hostile
‘permusuhan’ orang Barat pada kaum Islam yang semakin mengakar selalu diimbangi
dengan oientalisme.
Mengenai penentuan tahun pertama kali
terjadinya orientalisme, itu merupakan hal yang sangat sulit untuk diutarakan
bagi para peneliti. Meski pun sebagian peneliti sudah ada yang mengungkapkan,
bahwa awal terjadinya orientalisme pada permulaan abad sebelas Masehi.[9] Begitu juga muncul 'orientalisme'
untuk para ilmuwan Barat yang telah menyelesaikan lebih dari enam puluh ribu
tentang kebudayaan Arab dan Islam, yaitu sejak awal abad kesembilan belas
hingga pertengahan abad kedua puluh, dalam rentang waktu satu setengah abad.[10] Tapi ada juga yang
menganalisis terjadinya pengkajian ketimuran oleh Barat telah bermula semenjak
beberapa abad yang lalu, akan tetapi gerakan tersebut formalnya diberi nama
orientalisme pada abad ke-18.[11] Kemudian dalam pendapat lain diterangkan, walaupun Barat baru bangun
dari tidur pada abad ke-12 (setelah kristen pada abad-8), tetapi sebenarnya
orientalisme sudah muncul lebih dahulu di Andalusia (Spanyol) pada abad ke
tujuh hijriyah. Ketika itu, kaum Salibis Spanyol menyerang kaum Muslim. Kala
itu, Alfonso, Raja Konstantinopel, memerintahkan seseorang yang bernama Michel
Scott entuk melakukan penelitian terhadap disiplin ilmu-ilmu yang ada pada kaum
Muslim Andalusia (Hasan dan Abdurrahman, 2007: 6).
[1]Lathifah Ibrahim khadhar, Ketika Barat
Memfitnah Islam Abdul Hayyie Al Kattani (Jakarta : Gema Insani, 2005), p. 77.
Mayoritas kaum orientalis bukanlah pakar sosiologi, juga bukan sejarawan.
Mereka hanya kreatif dan mendalami kajian bahasa, sastra, maslah-maslah fikih,
atau akidah. Mereka pun tidak mempelajari Islam sebagai sebuah akidah yang
punya dimensi-dimensi aflikatif.
[2] Hasan Abdul Rauf M. El-Badawy
dan Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), p. 4.
[3]Muahammad Imarah, Meluruskan
Salah paham Barat atas Islam terjemahan Tim "Sanggar Cililitan"
Jakarta (Yogyakarta: Sajadah Press, 2007), p. 2.
[8] Komando seorang rahib kepada tentara perang Salib
: "Perpustakaan Muslim di Tripoli harus dihancurkan," saat rahib
benci sekali atas Islam dan kemudian menemukan banyak Qur'an di perpustakaan
tersebut. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual
Barat terjemahan Joko S. Kahhar & Supriyanto Abdullah (Surabaya: Risalah Gusti,
2003), p. 97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar