Rabu, 24 Agustus 2016

APA DAN SIAPA ORIENTALISME...?



APA DAN SIAPA ORIENTALISME….?

Orientalisme dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah ilmu pengetahuan tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran. Dalam pengertian lain dikatakan; bahwa sekelompok orang atau golongan dari asal Negara dan ras yang berbeda, yang selalu mengkonsentrasikan pribadinya dalam kajian ketimuran, baik Timur dekat maupun Timur jauh,[1] khususnya Negara Arab, Cina, Persia dan India, dengan fokus hanya dalam bidang keilmuan, peradaban, dan agama, secara general didefinisikan sebagai gerakan orientalis (orientalisme).[2] Dan maksud studi ketimuran diatas, hakekatnya dikonsentrasikan kepada studi keislaman, yang mana umatnya (Islam) dengan cemerlang dan kreatif telah berhasil membangun struktur peradaban Islam dengan warisan-warisan peradaban klasik. Adapun Ilmu-ilmu pengetahuan sebelumnya yang berasal dari Persia, Yunani, India, Mesir telah direvatilisasi oleh Ummat Islam, dan juga mereka berpartisipasi dalam mengembangkan ilmu-ilmu itu secara besar-besaran dengan menambahkan beberapa disiplin keilmuan baru didalamnya. Dari sinilah, kemudian ilmu-ilmu sebelum disiplin ilmu Islam yang telah dikaji dan diluruskan oleh kaum Muslimin, menjadi referensi utama bagi kebangkitan Eropa (renaissance) dan menjadi mercusuar (manarah) yang cahayanya menyinari berbagai peradaban dunia.[3] 

Kalau kita pahami pemaknaan 'orientalisme' di atas, bagi kritikus pasti akan bertanya, apakah orang Indonesia yang mempelajari tentang ketimuran bisa disebut orientalis? Dalam majalah Islamia tentang kajian orientalis dikatakan, bahwa sebutan orientalis diberikan kepada setiap ilmuwan Barat yang mempelajari segala sesuatu tentang ketimuran, termasuk keislaman, dan khusunya juga istilah orientalis diberikan kepada orang-orang Nashrani yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahas Arab.[4] Lebih tegasnya, istilah ‘orientlaisme’ hanya diberikan kepada ilmuwan Barat dari golongan Yahudi, Kristen atau bahkan ateis yang sibuk mengkaji Islam beserta seluk beluknya.[5]
Sekelumit tentang makna kata orientalisme dan orientalis telah dijelaskan, dan sekarang kita melajutkan ke salah satu pembahasan orientalisme yang banyak diperselisihkan, yaitu 'awal mula orientalisme', oleh kalangan ilmuwan dan pemikir Muslim maupun Non-Muslim.    

Awal Mula Orientalisme

Beberapa trauma peperangan Barat atas Timur (Islam) yang mendarah daging, dan berakhir dengan sebuah pembelajaran Barat atas Timur. Salah satunya Perang Krusada (1096-1270 M), dengan tujuan untuk mendapatkan kerajaan Timur menurut Bohemund,[6] kemudian dijadikan pelajaran oleh Barat dengan cara mempelajari kajian keislaman dari Timur dan kemudian mencari kelemahannya yang sudah eksis selama berabad-abad.[7] Islam menurut Barat sebagi bahaya yang hakiki, dari segi akidah, peradaban, juga kekuatan militer. Di samping itu ketika mereka melihat Islam sedang berkembang, kondisi Barat sendiri dalam kondisi terbelakang dan bodoh dan bahkan sejarawan Eropa mengistilahkan dengan, Gibbon: "massa itu merupakan masa yang paling buruk yang dialami bangsa Eropa sepanjang sejarahnya." (Buchari, 2006: 47). Selain peristiwa Crusede,[8] peristiwa Futuhat Islamiyyah (penaklukan Islam atas Vienna dan konstantinopel) dan penaklukan pada masa daulat Utsmaniyah menimbulkan syindrome 'rasa takut' dalam jiwa masyarakat Barat. Pada akhirnya, rasa benci dan hostile ‘permusuhan’ orang Barat pada kaum Islam yang semakin mengakar selalu diimbangi dengan oientalisme.
Mengenai penentuan tahun pertama kali terjadinya orientalisme, itu merupakan hal yang sangat sulit untuk diutarakan bagi para peneliti. Meski pun sebagian peneliti sudah ada yang mengungkapkan, bahwa awal terjadinya orientalisme pada permulaan abad sebelas Masehi.[9] Begitu juga muncul 'orientalisme' untuk para ilmuwan Barat yang telah menyelesaikan lebih dari enam puluh ribu tentang kebudayaan Arab dan Islam, yaitu sejak awal abad kesembilan belas hingga pertengahan abad kedua puluh, dalam rentang waktu satu setengah abad.[10] Tapi ada juga yang menganalisis terjadinya pengkajian ketimuran oleh Barat telah bermula semenjak beberapa abad yang lalu, akan tetapi gerakan tersebut formalnya diberi nama orientalisme pada abad ke-18.[11]  Kemudian dalam pendapat lain diterangkan, walaupun Barat baru bangun dari tidur pada abad ke-12 (setelah kristen pada abad-8), tetapi sebenarnya orientalisme sudah muncul lebih dahulu di Andalusia (Spanyol) pada abad ke tujuh hijriyah. Ketika itu, kaum Salibis Spanyol menyerang kaum Muslim. Kala itu, Alfonso, Raja Konstantinopel, memerintahkan seseorang yang bernama Michel Scott entuk melakukan penelitian terhadap disiplin ilmu-ilmu yang ada pada kaum Muslim Andalusia (Hasan dan Abdurrahman, 2007: 6).



[1]Lathifah Ibrahim khadhar, Ketika Barat Memfitnah Islam Abdul Hayyie Al Kattani (Jakarta : Gema Insani, 2005), p. 77. Mayoritas kaum orientalis bukanlah pakar sosiologi, juga bukan sejarawan. Mereka hanya kreatif dan mendalami kajian bahasa, sastra, maslah-maslah fikih, atau akidah. Mereka pun tidak mempelajari Islam sebagai sebuah akidah yang punya dimensi-dimensi aflikatif.
[2] Hasan Abdul Rauf M. El-Badawy dan Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), p. 4.
[3]Muahammad Imarah, Meluruskan Salah paham Barat atas Islam terjemahan Tim "Sanggar Cililitan" Jakarta (Yogyakarta: Sajadah Press, 2007), p. 2.
[4] Islamia,  Mengkritisi Kajian Islam Orientalis, Vol.3 No.2 (Januari – Maret  2007), p. 4.
[5] Syamsuddin Arif, Orientalis &  Diabolisme Pemikiran (Jakarta : Gema Insani Press, 2008), p. 28.
[6] Karen Amstrong,  Perang Suci (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), p. 243.
[7].A. Mannan Buchari, Menyngkap Tabir Orientalisme (Jakarta: Amzah Press, 2006), p.47.
[8] Komando seorang rahib kepada tentara perang Salib : "Perpustakaan Muslim di Tripoli harus dihancurkan," saat rahib benci sekali atas Islam dan kemudian menemukan banyak Qur'an di perpustakaan tersebut. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat terjemahan Joko S. Kahhar & Supriyanto Abdullah (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), p. 97.
[9] Hasan Abdul Rauf  M. El-Badawy dan Abdurrahman Ghirah, Op.cit.,p.6.
[10] Lathifah Ibrahim khadhar, Ketika Barat Memfitnah Islam Abdul Hayyie Al Kattani., p. 77.
[11] Islamia,  Loc.cit., p. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar