“IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
BERBASIS PANCA JIWA DI PONDOK PESANTREN DALAM UPAYA MEMBENTUK GENERASI EMAS DI
TAHUN 2045”
(Studi Kasus di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa
Timur, Indonesia)
Abstrak
Krisis bangsa adalah krisis sumber daya manusia, utamanya krisis
karakter (akhlak). Karakter adalah perilaku relatif permanen yang bersifat baik
atau kurang baik. Generasi 2045 disebut “berkarakter generasi emas” haruslah
memiliki jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kesanggupan menolong diri
sendiri (berdikari), jiwa ukhuwah diniyah yang demokratis, jiwa bebas,
yang semua itu terangkum di dalam Panca Jiwa. Karakter Generasi Emas 2045
adalah kekuatan utama membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar,
maju, jaya dan bermartabat. Jiwa keikhlasan adalah sepi ing pamrih, jiwa
kesederhanaan adalah narimo (dalam istilah jawa) dalam arti bukan hanya
menerima tetapi terpancar jiwa besar, jiwa berdikari adalah senjata hidup yang
ampuh, jiwa ukhuwah diniyah yang demokratis adalah persatuan dan persaudaraan (ukhuwah
Islamiyah), jiwa bebas adalah dalam arti optimis dan bejiwa besar. Maka diperlukan wadah pendidikan yang
berbasis panca jiwa yang telah terbukti menghasilkan generasi-generasi emas
yang telah dilahirkan oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor sebagai kawah
condro dimuka. Maka dengan adanya pendidikan berbasis panca jiwa, telah
terbukti mampu melahirkan para kusuma-kusuma negara atau Generasi Emas “Golden
Generation”. Karena pada hakikatnya Pondok pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan islam yang dengan sistem asrama, kyai sebagai central figuurnya,
masjid sebagai titik pusat yang menjiwai dan pada hakekatnya pondok pesantren terletak pada isi/jiwanya
dan bukan pada kulitnya.
Kata Kunci: Generasi Emas, Pendidikan ,Panca Jiwa, Pesantren.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Bangsa indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya dikatakan
sebagai negara berkembang, sedang
mencari bentuk tentang bagaimana cara dan upaya agar menjadi negara maju, dan
lepas dari ketertinggalan dalam bidang pendidikan.[1]
karena kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor penentu keberhasilan
suatu bangsa, maka dari itu dibutuhkan suatu sistem pendidikan yang mampu
mencetak generasi-generai emas yang bermoral dan berakhlak mulia, yang berguna
bagi masyarakat, bangsa dan negara. Karena
kualitas pendidikan itu tidak hanya dilihat dari segi akademik saja, melainkan
pendidikan moral dan akhlaq mulia jauh lebih penting untuk kemajuan bangsa kita,
2 tahun sapai 3 tahun ke depan, dan bahkan untuk selamanya sampai akhir
kehidupan. karena jika melihat permasalahan-permasalahan yang ada saat ini,
sangat miris dan menakutkan.
Bagaimana tidak banyak permasalahan-permasalahan yang menimpa
generasi muda di negara kita, semua ini di tentukan oleh keberhasilan suatu
pendidikan, kalau pendidikan itu berhasil maka akan mampu mencetak generasi
yang bermoral dan berakhlaq mulia. Tetapi pada realitanya negara kita saat ini
masih di bayang-bayangi dengan krisis moral dan akhlaq mulia. Sehingga tidak
heran kalau banyak orang pemuda-pemuda kita yang berani melawan orang tua,
berkata-kata kotor, pergaulan bebas, narkoba, pembunuhan, pemerkosaan. Dan
banyak pula orang yang berpendidikan tinggi tetapi masih belum bisa menempatkan
dirinya sebagaimana mestinya. Banyak orang pintar tetapi masih melakukan
tindakan yang sangat merugikan masyarakat dan bahkan negara. Apakah ada yang
salah dengan sistem pendidikan di negara kita.
Hal inilah yang menjadikan kami selaku mahasiswa Universitas
Darussalam Gontor, untuk memberikan beberapa solusi yang kami tawarkan melalui
penulisan karya ilmiah ini, agar pendidikan di negara kita ini mampu mencetak
generasi emas yang bermoral dan berakhlaq mulia. Sesuai dengan target
pemerintah pada tahun 2045, yang merupakan milestone 100 tahun Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Maka target pemerintah pada tahun ini adalah
menyiapkan generasi emas yang tidak hanya kaya ilmu saja, tetapi juga harus
memiliki karakter, moral dan akhlaq yang mulia.[2]
Maka landasan kami adalah berdasarkan sabda Rosulullah Saw: “Didiklah
anak-anakmu dengan pendidikan yang berbeda di zaman engkau mengenyam
pendidikan, karena mereka hidup di suatu zaman yang tidak sama dengan zaman di
mana kamu hidup”.
Maka dari itu salah satu solusi yang harus di gunakan adalah nilai pendidikan
yang mampu membentuk generasi emas, yaitu pendidikan yang tidak hanya
mengajarkan pelajaran akademik saja melainkan juga mengajarkan nilai-nilai
moral dan akhlaq mulia (nilai-nilai kehidupan). maka pendidikan yang telah
terbukti mendidik 100 % ilmu akademik dan 100 % ilmu agama adalah pendidikan
yang berbasis panca jiwa, yang telah di terapkan oleh beberapa pondok
pesantren, salah satunya adalah pondok pesantren darussalam gontor sebagai
pencetus pendidikan berbasis panca jiwa. Dan hasil dari pendidikan ini telah
terbukti membentuk kader-kader umat yang bisa kita sebut sebagai generasi emas,
yang bermoral dan berakhlak mulia.
Karena Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang
dengan sistem asrama, kyai sebagai central figuurnya, masjid sebagai
titik pusat yang menjiwai, dan pada hakekatnya
pondok pesantren terletak pada isi/jiwanya dan bukan pada kulitnya
(sebagai kawah condro dimuka). Dalam isi itulah kita temukan jasa pondok
pesantren bagi umat. Pokok isi dari pondok pesantren adalah pendidikannya,
selama beberapa abad pondok pesantren telah memberikan pendidikan (rohaniyah)
yang sangat berharga kepada para santri sebagai kader mubaligh dan
pemimpin umat dalam berbagai bidang kehidupan. Didalam pendidikan itulah
terjalin jiwa yang kuat yang menentukan filsafat hidup para santri, adapun
pelajaran atau ilmu pengetahuan yang mereka peroleh selama bertahun-tahun
tinggal dipondok pesantren hanyalah merupakan kelengkapan atau tanggapan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan
di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana Konsep Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor ?
2.
Bagaimana implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok
Pesantren Darussalam Gontor dalam membentuk Generasi Emas ?
3.
Bagaimana kontribusi Pondok Modern Gontor melalui pendidikan
berbasis panca jiwa terhadap Negara Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut:
1.
Untuk mengetahui lebih dalam konsep Pendidikan Pondok Modern
Darussalam Gontor.
2.
Untuk mengetahui implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di
Pondok Modern Darussalam Gontor untuk membentuk generasi emas.
3.
Untuk mengetahui kontribusi apa saja yang telah di berikan Pondok
Modern Darussalam Gontor melalui pendidikan berbasis panca jiwa terhadap Negara
Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian
ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak berikut:
1.
Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah dan masyarakat dalam
upaya membentuk generasi emas yang bermoral, berkarakter dan berakhlaq mulia.
2.
Sebagai bahan kajian untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut tentang pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
3. Dapat dijadikan acuan
alternatif untuk model pendidikan berbasis panca jiwa sebagai solusi
mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia.
BAB II
Landasan Teori
2.1 Sejarah Pondok Modern
Darussalam Gontor.
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), berdiri pada hari senin, 12
rabi’ul awwal 1345/20 september 1926 oleh tiga bersaudara yaitu: K.H. Ahmad
Sahal (1901-1977), K.H.Zainuddin Fannani (1905-1967), dan K.H.Imam Zarkasyi
(1910-1985), tiga bersaudara ini sering disebut sebagai “Trimurti”[3].
Pondok Modern Gontor merupakan kelanjutan Pesantren Tegalsari. Tegalsari adalah
nama desa terpencil, terletak 10 km di sebelah pusat Kerajaan Wengker di
Ponorogo. Pesantren Tegalsari ini telah melahirkan para Kyai, Ulama, pemimpin,
dan tokoh-tokoh masyarakat yang iktu berkiprah dalam membangun bangsa dan
negara. Beberapa kyai dan pengasuh pesantren di Jawa Timur khususnya, megatakan
bahwa mereka adalah keturunan Pondok Pesantren Tegalsari.[4]
Gontor adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 kilometer
sebelah timur Tegalsari dan 11 kilometer ke arah tenggara dari Kota Ponorogo.
Pada saat itu, pelajaran yang diberikan adalah mengenai pelajaran
masalah-masalah keagamaan. Hal itu tentunya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
zaman itu, karena tujuan utamanya adalah mengembalikan kasadaran masyarakat
yang masih dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang melanggar hukum agama
dengan dalih “itu semua menjadi kebiasaan nenek moyang mereka.”[5]
Namun seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Gontor terus berkembang
dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh puteranya yang bernama Kiai
Archmad Anom Besari. Santri-santrinya berdatangan dari berbagai daerah Luar
Jawa, bahkan dari Jawa Barat. Setelah kiai Archmad wafat kemudian dilanjutkan
oleh anaknya yang bernama santoso anom besari. Kiai Anom Besari ini adalah
generasi ketiga dari pendiri Gontor lama. Pada kepemimpinan ketiga ini mulai
surut, kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar, hal ini
disebabkan karena pengaruh kaum penjajah yang emberikan kontirbusi mundurnya
Pondok Gontor lama. Keadaan masyarakat islam sangat memprihatinkan, akhlaknya
runtuh, pendidikannya mundur, begitu juga standar hidupnya sangat berada
dibawah garis kemiskinan. Maka dengan adanaya keadaan yang semakin
memprihatinkan inilah yang menyebabkan trimurti yaitu KH ahmad sahal, zainuddin
fannani, dan imam zarksyi untuk membangun kembali semangat Pondok Gontor untuk,
menyiarkan ajaran dan kebudayaan islam, rasa cinta kepada agama, rasa berkewajiban
menunaikan tugas suci menegakkan agama Allah swt karena mengharap ridha-Nya,
dan kesadaran terhadap hajat umat Islam kepada para pemimpin dan ulama yang
cakap dan jujur, serta kesadaran terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan umat
manusia.[6]
Langkah pertama yang digunakan untuk membuka kembali Gontor adalah
dengan mendirikan Tarbiyat Al-Atfal (pendidikan anak-anak). Dalam
program ini, para siswa diajarkan materi-materi dasar agama Isla, bimbingan
akhlak, kesenian, dan pengetahuan umum sesuai dengan tingkat pengetahuan
mayarakat saat itu. Selain itu, juga diajarkan cara-cara menjaga kebersihan,
cara-cara bekerja seperti bercocok tanam dengan langsung praktik mengelola
sawah, beternak ayam dan kambing, pertukangan kayu dan batu, bertenun, dan
berorganisasi.
Setelah itu dibukalah program lanjutan yang diberi nama Sullam
Al-Muta’allimin (tangga para pelajar)yang berlangsung sampai tahun 1936.
Pada tingkatan ini para santri diajari secara lebih dalam dan luas pelajaran
fiqh, hadist, tafsir dan terjemahan al-qur’an, cara berpidato, cara membahas
suatu persoalan, serta diberi juga sedikit bekal untuk menjadi guru berupa ilmu
jiwa dan ilmu pendidikan. Disamping itu, kegiatan ekstra kulikuler yang berupa
klub-klub dan organisasi-organisasi keterampilan, kesenian, olah raga,
kepanduan dan lain-lain.
Dari bermulanya pendidikan Tarbiyat al-Atfal (1926) dan pada
peringatan kesyukuran dasawarsa pondok, tanggal 19 Desember 1936, dilakukan
peresmian berdirinya sistem pendidikan baru, yaitu Kulliyatul al-Mu’allimin
al-Islamiyah (KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam).[7]
Pada acara tersebut diresmikan pula penggunaan sebutan “Modern” untuk pesantren
ini. Sebelumnya itu, nama pondok hanyalah “Darussalam” kata “Modern” hanyalah
disebut oleh masyarakat di luar pondok. Setelah disahkan penggunaan lebel
“Modern”, nama lengkap Pondok Gontor menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor.
Bahkan sekarang, sebutan yang paling dikenal oleh masyarakat adalah Pondok
Modern dari pada Pondok Darussalam.
Pada perjalanan selanjutnya adalah tingkatan lebih tinggi (Bovenbow)
atau B1 untuk mencukupi kebutuhan agama pada madrasah tsanawiyah dan aliyah
(1940-1945), kemudian dilakukan penyempurnaan penjenjangan enam tahun dengan
nama kulliyatu al-mu’allimin al-islamiyah (KMI) serta menghapus tinggkatan bovenbow
(1945-1954). Dan yang terakhir adalah didirikannya IPD (Institute Pendidikan
Darussalam) dengan program sarjana yang kemudian berubah menjadi ISID
(Institute Studi Islam Darussalam) dengan program Stara Satu (S1) dan
pascasarjana, dan yang kini telah menjadi Universitas Darussalam Gontor (UNIDA)
dengan program Strata Satu (S1), Pascasarjana (S2), dan Program Doktor (S3)
dengan mempertimbangkan hajat masyarakat luas, sebagaimana salah satu diktum
dalam piagam Waqaf.[8]
2.1.1. Nilai-Nilai Pesantren
Nilai-nilai yang mendasari perilaku kehidupan PM Gontor dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu nilai esensial dan nilai instrumental serta
implementasinya dengan disiplin.
a.
Nilai Esensial
Niai-nilai esensial adalah nilai yang di konstruk oleh perintis
pesantren dan menjadi bagian dari kepribadian yang tidak terpisahkan antara
dirinya dan pesantren. Nilai-nilai tersebut di PM Gontor dapat dipresentasikan
dalam bentuk Panca jiwa.
1)
Panca jiwa[9]
Hakikat pondok pesantren terletak pada isi atau jiwanya, bukan pada
kulitnya, dalam isi itulah diketemukan jasa pondok pesantren bagi umat.
Kemudian dalam Pondok Pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat
dirumuskan dalam “panca jiwa” sebagai berikut: (a). Jiwa Keikhlasan (b). Jiwa
kesederhanaan (c). Jiwa Kesanggupan Menolong diri sendiri (self help)
atau berdikari (d) Jiwa ukhuwah diniyah yang demokrasi antara santri. Dan (e)
Jiwa bebas.[10]
b.
Nilai Instrumental.
Nilai isntrumental di PM Gontor adalah nilai-nilai yang
dikonstruksi dari abstraksi berbagai konsep, pemikiran, dan motto para pendiri
pesantren, spektrum nilai-nilai tersebut terakumulasi menjadi falsafah dan
motto kelembagaan, falsafah dan motto kependidikan, dan falsafah dan motto
pembelajaran, orientasi, dan sintesis.[11]
2.1.2. Fungsi Pondok
Pesantren.
“Bagaimana
membangun pondok pesantren yang diintegrasikan dengan masyarakat dalam turut
serta menyelesaikan tugas revolusi indonesia”
Bagaimana
fungsi pondok pesantren dengan sistemnya itu dapat disempurnakan, disesuaikan
dalam tugas negara dewasa ini, kita mengetahui bahwa pondok pesantren telah
merintis, menguak keluar sehingga berhasil memberikan basis kekuatan atau
benteng ideologis negara, bangsa sejak zaman demak sampai detik ini. Pondok
pesantren bukan saja mampu memberikan fondement akhlak tinggi dan budi luhur
bangsa indonesia, bahkan pondok pesantren telah membuktikan lembaga pendidikan
yang paling berhasil membentuk landasan ideologi bangsa indonesia sebagai
falsafah hidup, bahkan sebagai falsafah dalam membina dunia baru. Dan fungsi
inilah yang pokok yang harus dibangunkan di pondok pesantren sebagai wadah
kelahiran falsafah itu, karena bukan saja itu pararel dengan tujuan
revolusi.tetapi betapa pentingnya untuk di kembangkan falsafah itu dengan maksud agar terpupuk
berhasil tidak pudar karena wadah kelahiran itu punah.
Dari fungsi ini jelaslah bahwa pondok pesantren mutlak harus tetap
hidup berkembang terpupuk sempurna. Kita mengetahui bahwa pondok pesantren
adalah memberikan pendidikan yang khas yaitu pendidikan self help. Semua
santri dalam pondok pesantren terdidik untuk menolong diri, mengatasi segala
kesulitan diri dari memasak, mencuci pakaian sampai kepada memenuhi tugas
menyelesaikan hidup belajar dalam pondok itu sendiri, semua santri terdidik
dirinya sendiri atas sistem self help yang sangat baik itu. Pendidikan ini
adalah menggembleng pribadi-pribadi santir untuk tidak canggung menghadapi
kesulitan hidup, pendidikan dini adalah menimpa pribadi-pribadi putera-puteri
indonesia memiliki jiwa berani menghadapi resiko serta tantangan ini adalah
sangat penting, semangat self help adalah sangat dibutuhkan bangsa kita,
self help adalah pendidikan untuk kuat berdikari sebagai bangsa yang
bertujuan luhur dan tinggi.
Jelaslah fungsi pondok pesantren dengan sistem pendidikan panca
jiwa sangat penting dalam alam revolusi ini, untuk menyiapkan generasi-generasi
bangsa yang mampu berdikari di atas kekuatan dan keyakinan sendiri sebagai
bangsa yang besar.
BAB III
Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
tahapan-tahapan dalam penyusunan penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif (qualitatif
research). Dalam proses penelitian, peneliti menggali berbagai data yang
bersumber dari lapangan (field research). Lokasi penelitian dilaksanakan
pada Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Penelitian dilakukan
secara mendalam berkenaan implementasi pendidikan
berbasis pancajiwa di pondok pesantren dalam upya membentuk generasi emas di
tahun 2045 (Studi kasus di Pondok Modern Darussalam Gontor).
2.
Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a.
Data primer;
Diperoleh melalui jejak pendapat dan proses wawancara terhadap
beberapa guru di Pondok Modern Darussalam Gontor.
b.
Data sekunder;
Didapatkan melalui dokumen-dokumen pondok, data pondok, profil
pondok, warta dunia pondok dan buku pedoman tentang kepondok modernan.
3.
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a.
Metode observasi
Dalam penelitian ini, menggunakan observasi langsung. Dalam
melaksanakan penelitian, peneliti mengamati secara langsung proses kegiatan
mengajar yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor agar memperoleh data yang
lengkap mengenai kondisi umum Pondok Modern Darussalam terkait seluruh
aktivitas kegiatan pondok, dan secara detail tentang pendidikan berbasis panca
jiwa di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur.
b.
Metode wawancara.
Pada penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan wawancara yang
terstruktur rapi. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberikan pertanyaan
kepada salah satu guru senior yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor, yang
mana untuk mengetahui sejarah awal penerapan pendidikan berbasis panca jiwa
yang telah di terapkan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Wawancara yang
dilakukan guna memperoleh informasi secara lebih mendalam mengenai hal yang
berkaitan dengan pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor yang telah
menerapkan sistem pendidikan berbasis panca jiwa.
Menurut Bungin (2015: 137) wawancara dapat dilakukan dengan efektif
dan tidak membutuhkan waktu yang relatif lama, jika wawancara dilakukan oleh
pewawancara yang sama, yaitu memiliki pengalaman yang sama dengan nara sumber.
Mengingat hal tersebut membutuhkan setumpuk pengalaman agar wawancara yang
dilakukan membawa manfaat untuk penelitian.
c.
Metode dokumentasi.
Dalam pelaksanaan penelitian, dokumentasi dalam penelitian ini
diperoleh melalui data yang ada pada dokumen-dokumen pondok terkait: sejarah
perkembangan pondok, buku pedoman, catatan harian, dan buku kepondokmodernan.
4.
Metode Analisis Data.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a.
Reduksi data
Dari pengamatan lapangan dan wawancara ditemukan data yang
sedemikian banyak. Data tersebut didapatkan terkait jejak wawancara, profil
pondok, buku dokumen pondok, dan buku kepondokmodernan, jejak pendapat dan
wawancara dilakukan melalui salah satu guru senior di Pondok Modern Darussalam
Gontor yang mana mengetahui sejarah pondok, terutama implementasi pendidikan
berbasis panca jiwa dari pertama penerapannya.
b.
Penyajian data.
Setelah data direduksi, maka selanjutnya adalah menyajikan
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, data, dan sejenisnya. Dalam penelitian yang dilakukan,
data disajikan secara sistematis berbentuk uraian singkat tentang pendidikan,
bagan terkait sejarah pondok, uraian panca jiwa, serta implementasi penerapan
sistem berbasis panca jiwa. Dengan demikian, tercapainya proses penyajian data
yang sistematis dan rapid an sangat membantu peneliti dalam menarik kesimpulan
tentang implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Modern Darussalam
Gontor dalam upaya membentuk Generasi Emas di tahun 2045.
c.
Penarikan Kesimpulan.
Langkah akhir dalam penelitian ini adalah proses penarikan sebuah
kesimpulan yang akan membawa kepada ranah solusi yang tepat. Penelitian ini
akan menjelaskan implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di pondok
pesantren dalam upaya membentuk generasi emas di tahun 2045 khususnya di Pondok
Modern Darussalam Gontor.
Sehingga keseluruhan temuan baru pada penelitian yang dilakukan
dapat dijadikan sumber rujukan dalam meningkatkan implementasi pendidikan
diseluruh Indonesia dengan menggunakan pendidikan berbasis pancajiwa dalam
upaya membentuk generasi emas di tahun 2045.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Konsep Pendidikan Pondok Modern
Darussalam Gontor
4.1.1. Sistem Pendidikan
Pesantren
“Islam mewajibkan belajar seumur hidup; galilah ilmu sejak lahir
sampai mati, jika perlu carilah ilmu sekalipun menyeberang lautan ke negeri
cina”
Sistem pendidikan yang dipergunakan di PM Gontor adalah sistem
seumur hidup, belajar aktif tanpa terhalang oleh tembok-tembok sekolah dan
penentuan waktu. Masyarakat dijadikan pusat arena pendidikan dan pelajaran
sehingga antara pondok pesantren dengan masyarakat bisa di jalin hubungan
kerjasama yang harmonis dan bertanggung jawab, tolong menolong membangun
masyarakat yang sakinah dan marhamah. Selain itu sistem
pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor adalah untuk pembaharuan, yang
dimaksud dengan pembaharuan ialah suatu usaha untuk mengganti yang jelek dengan
yang baik, dan menjadi lebih baik. Adapun sasaran sistem pendidikan dan
pengajaran di Pondok Pesantren Darussalam Gontor adalah sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional yaitu mental yang harus di perbaharui. Mental mau dibangun
hendaknya diganti dengan mental membangun.
Adapun ciri-ciri mental membangun adalah (1). Sikap terbuka,
kritis, suka meyelidiki, bukan mentalitas yang mudah menerima tradisi, takhayul atau otoritas
sekalipun. Juga mau dikritik, karena kadang-kadang orang lain lebih tahu
kekurangan kita dari pada kita sendiri. (2). Melihat ke depan, bukan hanya
melihat keadaan sekarang saja, apalagi masa lalu untuk diratapi atau di
bangga-banggakan. (3). Teliti dalam bekerja, supaya kwalitas hasil kerja dapat
mudah dapat diketahui, untuk lebih ditingkatkan lagi. (4). Mempunyai inisiatif
dalam mempergunakan metode-metode baru untuk berbuat sesuatu, sekalipun anggota
masyarakat lainnya belum atau tidak mempergunakannya. (5). Lebih sabar dan
lebih tahan bekerja.
Sistem pendidikan dan pengajaran PM Gontor adalah seluruh bagian
dari pada kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran, termasuk
juga metode, seperti halnya tujuan dari pendidikan nasional ialah membentuk manusia yang cakap dan warga
yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan
tanah air.
Dalam mukaddimah pemrasaran mengutarakan pentingnya budi
pekerti dan akhlak rakyat harus di sempurnakan dan di bangun serta dipertinggi.
Pengutaraan pemrasaran ini sebenarnya memang betul, namun masih terlalu lemah.
Kami memandang bahwa pembangunan budi pekerti dan akhlak yang di barengi dengan
pembangunan monumen-monumen, gedung-gedung, bukan saja penting, bukan saja
dipertinggi, tetapi adalah mutlak. Itu adalah mutlak kewajiban kita, karena itu
adalah tujuan revolusi yang harus kita selesaikan.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mendidik mengabdi
kepada masyarakat ini, disertai dengan kepribadian luhur, dan akhlak yang
tinggi, mereka terdidik pula dengan jiwa-jiwa rela mengabdi dan ikhlas
berkorban pada agama dan lingkungannya. Mereka cinta mengabdi kepada dan tulus
berbakti kepada syi’ar agama dan kebesaran pondok pesantrennya, dengan
disoroti nur jiwa cinta, taatnya pengabdiannya kepada islam, dan kepada
panggilan Illahi. Jelasnya bahwa fungsi pondok pesantren sangat besar artinya
dalam pembinaan pendidikan praktis, yaitu pendidikan mengabdi masyarakat dengan
jiwa-jiwa yang terpuji dan luhur, yang mana ini semua sangat penting dalam alam
panggilan zaman sekarang ini.
4.2. Implementasi pendidikan berbasis panca
jiwa di Pondok Pesantren Darussalam Gontor dalam membentuk Generasi Emas.
4.2.1. Panca jiwa[12]
Panca Jiwa adalah suatu nilai kahidupan PM Gontor, yang menjadi ediologi
segala sesuatu baik itu pendidikan, bermasyarakat, dan seluruh aspek
kehidupan santri, guru, kiai, dll. Hakikat pondok pesantren terletak pada isi
atau jiwanya, bukan pada kulitnya, dalam isi itulah diketemukan jasa pondok
pesantren bagi umat. Kemudian dalam Pondok Pesantren dijiwai oleh
suasana-suasana yang dapat dirumuskan dalam “panca jiwa” sebagai berikut: (a).
Jiwa Keikhlasan (b). Jiwa kesederhanaan (c). Jiwa Kesanggupan Menolong diri
sendiri (self help) atau berdikari (d) Jiwa ukhuwah diniyah yang
demokrasi antara santri. Dan (e) Jiwa bebas.[13]
Maka dalam bab ini akan lebih kami jelaskan mengenai implementasi konsep panca
jiwa dalam pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Makna panca jiwa yang
dikonstruksi K.H. Imam Zarkasyi sebagai jiwa yang melekat pada pondok pesantren
adalah sebagai berikut:
a.
Jiwa Keikhlasan
Pertama, jiwa keikhlasan adalah pangkal dari segala jiwa pondok dan
kunci dari diterimanya amal di sisi Allah SWT. Segala sesuatu dilakukan dengan
niat semata-mata ibadah, lillah, ikhlas hanya untuk Allah. Di pondok diciptakan
suasana di mana semua tindakan didasarkan pada keikhlasan. Ikhlas dalam
bergaul, dalam nasihat menasihati, dalam memimpin dan dipimpin. Ikhlas mendidik
dan dididik, ikhlas berdisiplin, dan sebagainya.[14]
Ada suasana keikhlasan antar sesama santri; antara santri dengan
guru; antara santri dengan kyai; antara guru dengan guru, dan sebagainya.
Pendidikan keikhlasan diwujudkan melalui keteladanan para pendiri pondok dengan
mewakafkan pondok seluruhnya, kecuali rumah pribadi kyai. Contoh lain dari
penanaman jiwa keikhlasan yang sederhana, dalam mendidik santri, kyai ikhlas tidak
dibayar. Bahkan sampai sekarang di Gontor tidak ada sistem gaji untuk guru.
Istilah yang digunakan ialah “kesejahteraan keluarga.” Suasana seperti ini
perlu dibangun agar setiap orang dapat terus berbuat untuk kemashlahatan. Tidak
karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Hal ini
bisa terjadi karena dengan dasar ikhlas lillahi ta’ala. (Wawancara
dengan Ust Yoyok Sunjoto Arief, M.SI. 29 Maret 2016)
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh K.H. Abdullah Syukhri
Zarkasyi, keikhlasan harus dibangun dan dimulai dari pemimpin sendiri, seperti
saya sebagai kiai dipondok pesantren, tidak ada gaji bulanan dan saya tidak
boleh mencari nafkah dari pondok, saya punya usaha tapi jauh dari Pondok.
b.
Jiwa Kesederhanaan.
Kehidupan di pondok pesantren diliputi oleh suasana kesederhanaan,[15] Ini
salah satu jiwa yang penting untuk dibina dan ditumbuhkan. Kesederhanaan bukan
berarti kepasifan, ia justru pancaran dari kekuatan kesanggupan, ketabahan, dan
penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Jiwa ini modal berharga
untuk membangun sikap pantang mundur dalam menghadapi kesulitan. Pendidikan
kesederhanaan yang diajarkan antara lain kesederhanaan berpakaian, potongan
rambut, makan, tidur, berbicara, bersikap, dan bahkan berpikir. Contoh
kehidupan pribadi kyai; baik rumah, cara berpakaian, pola makan, bertingkah
laku, maupun mendidik santri, untuk hidup sederhana. Pola hidup sederhana ini
menjadikan suasana hidup di Gontor tergolong egaliter tidak ada
kemenonjolan materi yang ditunjukkan santri.
Hal itu juga membuat santri yang kurang mampu tidak minder dan
santri yang kaya tidak sombong. Akan tetapi pada hakikatnya, kesederhanaan
tidaklah kaku. Ukuran kesederhanaan di Gontor diatur dalam kerangka
manajemennya, yakni menggunakan sesuatu yang sesuai dengan kondisi dari
kebutuhan dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Misalnya, pembangunan
gedung-gedung yang bertingkat di Gontor bukan untuk tujuan unjuk gigi, melainkan
memang sudah saatnya dibangun. Yakni sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan
pengajarannya.
c.
Jiwa Berdikari.
Kesanggupan menolong diri sendiri. Kesanggupan untuk menolong diri
sendiri tidak hanya berlaku untuk santri sebagai individu. Tapi, juga bagi pesantren
sebagai institusi. Pribadi yang berdikari berarti pribadi yang selalu belajar
dan melatih dirinya untuk mengurus kepentingannya tanpa terus menerus
bergantung pada kebaikan dan belaskasihan orang lain. Begitupun institusi yang
berdikari. Ia mampu bertahan di atas kemampuannya dan berusaha untuk tidak
selalu mengandalkan uluran bantuan pihak lain.
Dalam kehidupan keseharian Gontor, santri dididik untuk mengurus
segala keperluannya sendiri, mengurus toko mini, toserba, kantin, fastfood,
dapur, keuangan, kesekretariatan, asrama, olahraga, kursus-kursus. Semuanya
diurus oleh santri dan untuk santri (Wawancara dengan Ust Yoyok Sunjoto Arief,
M.SI. 29 Maret 2016 ). Karena itulah, Gontor selalu bersikap hati-hati dalam
menerima bantuan dari pihak lain karena khawatir bantuan ini akan menodai jiwa
berdikari yang ingin dibangun di pesantren ini. Namun demikian, sikap ini bukan
berarti membuat Gontor menjadi institusi yang kaku sehingga menolak orang-orang
yang memang sungguh-sungguh ingin membantu pengembangan pesantren, hanya saja
bantuan tersebut sifatnya mesti tidaklah mengikat.
d.
Jiwa Ukhuwah Diniyah.
Jiwa persaudaraan ini menjadi dasar interaksi antara santri, kyai
dan guru, dalam sistem kehidupan kampus. Dari sinilah tumbuh kerelaan untuk
saling berbagi dalam suka dan duka, hingga kesenangan dan kesedihan dirasakan
bersama. Kesadaran berbagi seperti ini diharapkan tidak hanya berlaku di
pondok, melainkan menjadi bagian dari kualitas pribadi yang dia miliki setelah
tamat dari pondok dan berkiprah di masyarakat.
Jiwa ukhuwah ini tampak pada pergaulan sehari-hari santri yang
ditanamkan adanya saling menghormati dan saling menghargai antara santri senior
dan santri junior. Interasksi antar santri dalam jalinan ukhuwah diniyyah.
Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka di pondok, tetapi juga
memengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat setelah mereka terjun di
masyarakat.[16]
e.
jiwa bebas.
Bebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa
depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh
negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ditanamkan kepada santri agar
menjadikan santri berjiwa beasr dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan.
Maka arti kebebasan yakni bebas didalam garis-gari positif, dengan penuh
tanggung jawab; baik didalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun
dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana kiai syukhri menjelaskan bahwa:
“kebebasan bukan berarti bebas tanpa aturan, tapi bebas yang bertanggung jawab,
sesuai dengan aturan, karena dalam kehidupan apapun tidak ada yang tanpa
aturan.” Jiwa kebebasan ini diajarkan dalam pondok, misalnya Jiwa kebebasan
Pondok dalam menentukan kurikulum, kalender, dan program akademik. Selain itu,
jiwa ini juga ditampilkan pada semboyan lembaga pendidikan Gontor yang
dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai politik tertentu dan “berdiri
di atas dan untuk semua golongan.”[17]
Pembinaan skill di PM Gontor melalui pendidikan berbasis
panca jiwa, merupakan suatu pendidikan yang perfek tak diragukan lagi, mestilah
mencakup pembinaan moral (mental), pengembangan kecerdasan, fisik dan
keterampilan (skill). Sekolah-sekolahpun terus berkembang dimana-mana bagaikan
tumbuhnya jamur, sampai tingkat perguruan tinggi baik yang diselenggarakan leh
pemerintah ataupun swasta. Timbul problema pengangguran sarjana, angkatan
mengambang tak tentu nasib diatas permukaan kehidupan. Karena Ajaran atau didikan yang utama di dalam
pondok pesantren ialah “al-i’timadu ‘ala anpnafsi”, dalam bahasa belanda
“zelf help”, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Dengan kata
lain, belajar mencukupi dan menolong diri sendiri. Pemuda-pemuda terdidik yang
menolong diri sendiri, ia menghadapi masa depan dengan penuh harapan, jalan
hidup luas terbentang di mukanya. Sebaliknya pemuda yang tak percaya kepada
dirinya, dia senantiasa was-was dan ragu-ragu, serta tidak akan mendapat
kepercayaan dari masyarakat, sedang dia sendiri tidak percaya akan dirinya.
4.2.2. Intra
kulikuler PM Gontor
Adapun
komposisi pelajaran di KMI terdiri dari pengetahuan agama, pengetahuan bahasa
Arab, dan pengetahuan umum tingkat lanjutan, namun setingkat tidak berarti
sama. Susunan program tersebut adalah sebagai berikut.
1. Al-ulum al-Islamiyah
(selain kelas 1, seluruhnya disampaikan menggunakan bahasa Arab); al-Qur’an,
at-tajwid, at-tafsir, at-tarjamah, al-hadist, al-fiqh, usul al-fiqh, al-faraid,
al-tauhid, al-Din al-islami, al-Adyan, dan Tarikh al-Islami.[18]
2. Al-ulum al-Arabiyah (seluruhnya
disampaikan dalam bahasa Arab); al-Imla, Tamrin al-lughah, al-Insha,
al-Mutala’ah, al-Nahwu, al-sarf, al-Balaghah, Tarikh al-Adab al-lughah,
al-mahfuzat, al-khat.
a.
Keguruan;
at-tarbiyah wa al-Ta’lim (dengan bahasa arab) dan pesikologi pendidikan,
asas diktadik metodik (bahasa Indonesia).
b.
Bahas
Inggris (dalam bahasa Inggris); Reading and Comprehension,
Grammer, Composition, dan Diction.
c.
Ilmu
pasti; Berhitung, Matematika, Ilmu pengetahuan Alam, Fisik, dan Biologi.
d.
Ilmu
pengetahuan social; Sejarah Nasional dan Dunia, Geografi, Sosiologi, dan
psikologi Umum.
e.
Keindonesian/kewarganegaraan:
Bahasa Indonesia dan Tata Negara.[20]
Susunan
program sebagaimana di atas merupakan program yang bersifat intrakurikuler
yang ditangani oleh lembaga Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)
untuk jenjang pendidikan menengah dan IPD (kini ISID) untuk jenjang pendidikan
tingkat tinggi.
1. Kegiatan KMI
Kegiatan
yang dikelola oleh KMI terdiri atas kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan
dan tahunan.
a. Kegiatan harian yang meliputi: kegiatan
belajar mengajar, supervise proses pengajaran, pengecekan persiapan pengajaran,
pengawasan disiplin masuk kelas, pengontrolan kelas dan asrama santri saat
pelajaran berlangsung, penyelenggaraan belajar malam bersama wali kelas,
berlangsung dari jam 20.00 -21.45.
b. Kegiatan mingguan meliputi; pertemuan
guru KMI setiap hari kamis (kamisan) untuk mengevaluasi kegiatan akademik oleh
direktur KMI , dan non akademik oleh pimpinan pondok.
c. Kegiatan tengah tahunan; ujian tengah
semester I dan II dan ujian akhir semester I dan II.
d. Kegiatan tahunan yang meliputi kegiatan
sebagai berikut:
· Fathu al-kutub, Fathu al-Mu’jam, Manasik
al-Haj, At-Tarbiyah al-Amaliyah, Ar-Rihlah al-iqtisadiyah
2. Pengajaran Bahasa
Belajar
bahasa menurut pondok pesantren, dimulai dengan bahasa dasar (basic language)
yang masak, kuat, dan harus dikuasai dengan sebaik-baiknya.dapat mempergunakan
tiap kata dalam segala tempat dengan betul dan lancar, tidak dengan
diingat-ingat sebelumnya, sehingga dapat dikatakan malakah. Dengan demikian,
metode yang dipakai untuk belajar bahasa (Arab dan Inggris) ialah metode aktif,
dan modern.
Di
antara pembelajaran bahasa (Arab) di pesantren ini adalah agar santri dapat
memahami kitab (klasik atau kontemporer) secara mandiri. pondok ini tidak
memberikan “nasi” yang sudah masak untuk dimakan kemudian habis, akan tetapi
pondok ini memberikan “benih” padi yang selanjutnya dapat tumbuh dan dapat
dibuat nasi sendiri dengan tidak habis-habisnya.[21] Atau dengan ungkapan falsafahnya “pondok
hanya member kail, tidak member ikan”.[22]
3.
Kurikulum
Pondok Pesantren
Menurut
K.H.Imam Zarkasyi berpandangan bahwa kurikulum bukanlah sekadar susunan mata
pelajaran di dalam kelas, akan tetapi merupakan seluruh program kependidikan,
baik yang berupa written curriculum maupun hidden curriculum
atau kurikulum yang bersifat intra-kulikuler, kokurikuler, ekstra kurikuler.
K.H.Abdullah syukri Zarkasyi menyebutkan dengan istilah pendidikan akademik dan
nonakademik sehingga seluruh pendidikan dikemas dan dilaksanakan secara terpadu
dan terprogram selama 24 jam, dalam bentuk core and integrated
curriculum.[23]
Ini
berarti bahwa tujuan pelajaran di KMI bukanlah tujuan yang berdiri sendiri,
melainkan dipersatukan secara integral dengan tujuan pendidikan pesantren
secara keseluruhan. Sebagai sebuah pesantren, tujuan pendidikannya pada umumnya
yaitu mencetak ulama. “keinginan kami semuanya supaya kamu semua menjadi ulama,
alim, saleh, dan berguna”.[24]
4. Pendekatan dan Metode Pendidikan.
Bagaimanapun keadaan sebuah pesantren (salaf ataupun
modern), sebagai sebuah lembaga pendidikan tidak dapat terlepas dari komponen
system pendidikan, termasuk didalamnya kurikulum. Oleh karena itu, walaupun pondok pesantren berlandaskan islam
namun tetap mempunyai kurikulum. Dalam dunia pendidikan kurikulum merupakan
salah satu komponen dari lima komponen pendidikan. Komponen pendidikan meliputi
tujuan pendidikan, guru, anak didik, miliu pendidikan dan alat pendidikan.
Kelima komponen pendidikan ini merupakan komponen yang sistematik, dimana
antara satu komponen dengan komponen yang lainnya saling terkait satu sama
lain, sehingga apabila salah satu komponen berubah maka komponen yang lain pun
ikut berubah.[25]
Sebagai contoh,
apabila tujuan pendidikan berubah maka komponen lain pun akan berubah. Seperti
guru atau pengajar, tentu akan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai,
begitu pula dengan anak didik, miliu serta alat pendidikan akan ikut berubah.
Inilah yang disebut dengan komponen sistematika pendidikan, dimana keterkaitan
antara satu komponen dengan komponen yang lain begitu erat. Kurikulum merupakan
salah satu asas penting dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar, apabila asas
ini baik dan kuat maka dapat dipastikan proses dalam belajar-mengajar pun akan
berjalan lancar.[26]
Sehingga tujuan pendidikan akan tercapai. Begitu pula sebaliknya, apabila
kurikulum yang dipakai kurang baik maka dapat dipastikan proses
belajar-mengajar pun tidak akan berjalan dengan lancar, sehingga tujuan belajar
tidak akan tercapai.
Pendidikan di Gontor
adalah pendidikan kehidupan, dengan demikian pendekatan pendidikan kehidupan
pesantren menurut K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi adalah (1). Pendekatan manusiawi
(2). Pendekatan program (3). Pendekatan idealism. Ketiga pendekatan tersebut
diberlakukan pada semua santri dan para guru di PM Gontor.[27]
Sedangkan menurut
konsepsi K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi,M.A., bahwa metode pendidikan yang
diterapkan di PM Gontor antara lain; keteladanan, penciptaan lingkungan (conditioning),
pengarahan, penugasan, penyadaran dan pengajaran.[28]
5. Kegiatan santri sebagai pendidikan
kepemimpinan.
Kegiatan berorganisasi
di PM Gontor telah dikenalkan sejak awal berdirinya, hal ini dimaksudkan untuk
memberi bekal para santri agar dapat memimpin masyarakatnya kelak. Kegiatan
berorganisasi ini merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan santri
sehari-hari, sebab berorganisasi di pondok ini berarti pendidikan untuk
mengurus diri sendiri dan tentu saja orang lain. Seluruh kehidupan santri
selama berada di dalam pondok diatur oleh mereka sendiri dengan dibimbing oleh
guru-guru. Kegiatan-kegiatan ini selalu didasari oleh panca jiwa: keikhlasan,
kesederhanaan, berdikari, ukhuwwah Islamiyyah, dan kebebasan. Kelima jiwa ini
terus-menerus ditanamkan dalam kehidupan santri di pesantren di bawah bimbingan
dan pimpinan pengasuhan.
Gontor meletakkan standart dan dasar-dasar kepemimpinan dalam
pendidikan, maka dari itu gontor memiliki 14 kualifikasi yang harus dimiliki
oleh para kader sebagai bekal memimpin khususnya di Gontor dan umumnya di
masyarakat. Adapun standart kualifikasi tersebut antara lain: (1) ikhlas, (2)
selalu mengamil inisiatif, (3) mampu membuat jaringan kerja dan
memanfaatkannya, (4) dapt dipercaya, (5) bekerja keras dan bersungguh-sungguh.
(6) menguasai masalah dan dapat menyelesaikannya. (7) memiliki integritas
tinggi. (8) memiliki nyali yang tinggi dan tidak takut risiko. (9) jujur dan
terbuka. (10) siap berkorban. (11) tegas. (12) cerdas dalam melihat, mendengar,
mengevaluasi, menilai, memutuskan, dan menyelesaikannya. (13) mampu
berkomunikasi. (14) baik dalam bermu’amalah. (buku bekal untuk pemimpin:
pengalaman memimpin Gontor oleh K.H. Adbullah Syukhri.
4.3. kontribusi Pondok Modern Gontor melalui
pendidikan berbasis panca jiwa terhadap Negara Indonesia.
Berbicara masalah pendidikan islam di
Indonesia, maka akan ditemukan bahwa pesantren berada
di urutan teratas dari daftar lembaga pendidikan islam yang ada di negeri ini. Tidak
berlebihan apabila pesantren dianggap mempunyai andil besar dalam pergerakan
arus perubahan sosial yang ada Indonesia. Keberhasilan yang diperoleh oleh pesantren sebagai sebuah
institusi pendidikan islam menegaskan diri sebagai entitas yang ikut
mencerdaskan bangsa. Apabila dirunut ke zaman kolonial, pesantren pun ikut andil
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari musuh-musuh bangsa-bangsa.
Sejarah mencatat
bahwa PM Gontor adalah lembaga pendidikan, keagamaan, dan kemasyarakatan,yang
sudah sejak lama dikenal sebagai suatu wahana pengembangan pada komunitas
masyarakat. Keberhasilan pesantren yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh
agama, pejuang serta pemimpin masyarakat, merupakan bukti bahwa pesantren
berperan banyak dalam membangun Indonesia.[29]
KH Imam Zarkasyi mengatakan :
Pondok
Pesantren ialah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama atau pondok,
dimana kyai sebagai sentral figurnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang
menjiwainyam dan pengajaran islam dibawah bimbingan kyai yang diiukuti santri
sebagai kegiatan utamanya.[30]
Pondok pesantren merupakan lembaga
swasta yang tetap survive sampai sekarang, bukan hanya karena pondok
pesantren berlandaskan islam namun juga karena pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan asli Indonesia.[31] Tujuan itu telah lama menjadi tujuan bangsa
indonesia.
Bukankah itu
adalah inti sosialisme Indonesia, bukankan kita seluruh bangsa Indonesia tanpa
klasifikasi, dan tanpa memandang itu siapa yang punya kepentingan, semua adalah
kewajiban melaksanakan pola pembangunan semesta, bahkan tak ada pengecualian
bagi seluruh bangsa Indonesia merampungkan revolusi kita yaitu revolusi yang
membina dunia baru, masyarakat adil dan makmur spritual dan materiil. Mambangun
jiwa spiritual adalah kewajiban mutlak bangsa indonesia dewasa ini, bukan hanya
budi pekerti, pembangunan spiritual bangsa agar terpuji dan luhur adalah tugas
nation building. Yang dimaksud nation building adalah bangunan yang
meliputi keseluruhan, fundamen rohani bangsa itu, tembok mental yang kokoh kuat
bangsa itu, indah permainya hati nurani bangsa itu. Kita mengetahui bahwa untuk
terlaksananya kesehatan raga jasmani bangsa indonesia, terjaminlah dengan
adanya departemen olah raga. Untuk selamat dan suksesnya hutan indonesia,
terjamin dengan adanya departemen kehutanan. Mengapa unsur mutlak nation
building separo dari tujuan revolusi indonesia masih di sampirkan tugasnya
dalam suatu departemen, dan mengapa pendidikan agama ini tidak segera kita
selamatkan, tidak segera kita jamin dengan penyerahan tugas khusus pada satu
departemen sendiri, yaitu departemen urusan pendidikan mental spiritual. Ini
perlu kita renungkan, sehubunggan melihat berbagai masalah pendidikan yang
menyerang spiritualitas, mental dan akhlak.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari berbagai macam permasalahan pendidikan yang dirasakan oleh
negara Indonesia, yang semakin kritis. Maka memerlukan peranan pemerintah
sekaligus lembaga-lembaga pendidikan, untuk saling berkontribusi dalam
menyelesaikan masalah krisis moral, yang sedang melanda negara Indonesia, maka salah
satu solusi yang harus di gunakan untuk membentuk generasi emas yang bermoral
dan berakhlaq mulia, yaitu pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pelajaran
akademik saja melainkan juga mengajarkan nilai-nilai moral dan akhlaq mulia
(nilai-nilai kehidupan). Maka pendidikan yang telah terbukti mendidik 100 %
ilmu akademik dan 100 % ilmu agama adalah pendidikan yang berbasis panca jiwa,
yang telah di terapkan oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor sebagai pencetus
pendidikan berbasis panca jiwa.
Pondok Modern Gontor adalah lembaga pendidikan, keagamaan, dan
kemasyarakatan, yang sudah sejak lama dikenal sebagai suatu wahana pengembangan
pada komunitas masyarakat. Keberhasilan pesantren yang telah banyak melahirkan
tokoh-tokoh agama, pejuang serta pemimpin masyarakat, merupakan bukti bahwa
pesantren berperan banyak dalam membangun Indonesia.
Maka tak perlu diragukan lagi, bahwa satu-satunya pendidikan yang
mampu membentuk generasi emas yang kaya akan moral dan akhlaq mulia, serta ilmu
pengetahuan, yang telah memberi konstribusi besar terhadap pembangunan bangsa
Indonesia adalah penerapan nilai-nilai panca jiwa di setiap pendidikan.
5.2 Saran
Setelah membahas permasalahan pendidikan yang melanda negara
Indonesia, maka kami selaku mahasiswa universitas darussalam gontor, sangat
ingin berkontribusi dalam pembangunan negara indonesia, khususnya dalam bidang
sosial dan politik yang mengarah pada segi pendidikan. Karena pendidikan adalah
salah satu nilai terpenting yang harus di bangun dengan nilai-nilai panca jiwa,
guna untuk mewujudkan generasi emas yang bermoral dan berakhlak mulia.
Maka ini adalah tugas dari seluruh aspek pemerintahan, lembaga
pendidikan dan masyarakat, untuk saling berkontribusi dalam membangun generasi
emas, sesuai dengan cita-cita luhur negara indonesia di tahun 2045 yang
bertepatan dengan 100 tahun Indonesia merdeka.
Daftar Pustaka
Mastuhu, Menata
Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad ke 21, Safiria Insani
Press: Yogyakarta. 2003.
Konaspi ke-7 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta,
tahun 2012.
Baca Dirjen Depag, Ensiklopedia Islam Di Indonesia
(Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek
Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN, 1987/1988). P.
406-408.
Lihat H. Aboebakar, Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim Dan
Karangan Tersiar (Djakarta: Panitya Buku Peringatan Alm K.H.A Wahid hasyim,
1957), hal 103.
A. Hafidz Dasuki, Sejarah Balai Pendidikan, penggal I,p.19.
Sekretariat pondok, penjelasan singkat tentang Pondok Modern Gontor
Ponorogo Indonesia (Ponorogo: Sekretariat Pondok Gontor, 1992).
Sekretariat
Pondok, Penjelasan Singkat, p. 53.
Lihat piagam penyerahan waqaf Pondok Modern Gontor, tanggal 12
Oktober 1958.
K.H. Imam Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah
nomor khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam
Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt),
p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p.
15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern
darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah,
p. 26-27.
Baca K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi, M.A., Gontor dan
pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
p 104-105.
K.H. Imam
Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor
khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam Zarkasyi,
Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt), p. 11-14;
Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p. 15-16; staff
Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam
gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah,
p. 26-27.
Nur Hadi Ihsan, “Profil Pondok Modern Darussalam”, p. 15
Lihat Staf
Sekretariat, Serba Serbi Singkat, p.103
K.H.Abdullah
syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah
Jakarta,20 Agustus 2005.
Baca: K.H.Imam Zarkasyi, Diktat,p.27
Abdullah Syukri, Manajemen pesantren Pengalaman Pondok Modern
Gontor (Gontor: Trimurti Press, 2005), p 149
K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen pesantren,p.72.
K.H.Abdullah Syukri, pengalaman pendidikan pesantren di era otonomi
pendidikan pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, dalam pidato
ilmiyah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tanggal 20 Agustus, 2005
K.H.Imam Zarkasyi, petunjuk belajar: pengarahan siswa kelas Akhir KMI Gontor
Miftahul Ulum, Paragdima Baru Pendidikan Nasional: Dasar Filosofis
Pengembangan Kurikulum SEISKO. Makalah disampaikan didalam seminar tentang KTSP
di ISID, Senin, 21 Mei 2007.
Sholih Abdul Aziz, At-Tarbiyah WaTuruqu at-Tadris, (Mesir: Darul
Ma’arif, 1971), hal 149
Wawancara dengan K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi (Pimpinan Pondok
Gontor) tanggal 4 Juli 2009.
Lihat K.H.Abdullah syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar
DR HC., UIN syarif Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), Hal 6
Imam Zarkasyi, Pekan Perkenalan Khutabtul Arsy’ Pondok Modern
Darussalam Gontor, (Gontor: Darussalam Press, Tanpa Tahun), Hal 15
Dr. Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997
Lampiran
Tabel
Ada beberapa
lampiran yang kami paparkan dalam bab ini yaitu mengenai jadwal keseharian
sasntri di pondok modern darussalam gontor, yang telah dilandasi dengan panca
jiwa dalam pendidikannya
Tabel 1. Kegiatan harian PM Gontor.
NO
|
JAM
|
KEGIATAN
|
1
|
03.00-05.30
|
Bangun
pagi, salat malam, diteruskan salat subuh berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan
diteruskan belajar untuk penambahan kosa kata (Arab atau Inggris).
|
2
|
05.30-06.00
|
Olah
raga bagi mereka yang menginginkannya, diteruskan mandi dan sebagian ada yang
mengikuti kursus-kursus bahasa, kesenian, dan keterampilan.
|
3
|
06.00-06.45
|
Makan
pagi, diteruskan menuju ke sekolah.
|
4
|
07.00-12.30
|
Bersekolah
masuk kelas pagi.
|
5
|
12.30-14.00
|
Keluar
kelas, diteruskan salat dzuhur berjama’ah dan makan siang, diteruskan
persiapan masuk kelas sore dan santri dilarang tidur siang.
|
6
|
14.00-15.00
|
Masuk
kelas sore.
|
7
|
15.00-15.45
|
Salat
Ashar berjama’ah, Membaca al-Qur’an.
|
8
|
15.45-16.45
|
Kesempatan
bagi santri untuk berolah raga sore hari, sebagian mandi, jajan sore, membaca
bacaan ringan, dan kegiatan santri lainnya.
|
9
|
16.45-17.15
|
Mandi
dan persiapan kemasjid untuk jama’ah Maghrib
|
10
|
17.15-18.30
|
Salat
Maghrib berjama’ah, dilanjutkan membaca al-Qur’an selama 30 menit.
|
11
|
18.30-19.30
|
Makan
malam.
|
12
|
19.30-20.00
|
Salat
Isya berjama’ah.
|
13
|
20.00-22.00
|
Belajar
malam, mengulang pelajaran yang baru diperoleh dan menyiapkan pelajaran esok
harinya.
|
14
|
22.00-03.00
|
Istirahat
dan tidur malam. Lama tidur santri sehari semalam tidak boleh kurang dari 6
jam dan tidak boleh lebih dari 8 jam.
|
Table.2
Kegiatan Mingguan PM Gontor.
NO
|
HARI
|
KEGIATAN
|
1
|
Ahad
|
Setelah
salat Isya diadakan latihan pidato (muhadarah) dalam bahasa Inggris
untuk kelas I-IV. Sedangkan santri kelas V mengadakan diskusi, dan santri
kelas VI menjadi pembimbing untuk kelompok-kelompok latihan pidato.
|
2
|
Selasa
|
Pagi
hari, setelah jama’ah subuh, latihan percakapan bahasa Arab/Inggris,
dilanjutkan lari pagi wajib untuk para santri.
|
3
|
Kamis
|
Dua
jam terakhir pelajaran pagi digunakan untuk latihan pidato dalam bahasa Arab.
siang, jam 13.45-16.00, diselenggarakan latihan pramuka. Malam hari, jam
20.00-21.30 diadakan latihan pidato dalam bahasa Indonesia.
|
4
|
Jum’at
|
Pagi
hari ada kegiatan percakapan dalam bahasa Arab/Inggris dan dilanjutkan dengan
lari pagi wajib untuk para santri. Setelah lari pagi diadakan kerja bhakti
membersihkan lingkungan kampus. Selanjutnya acara bebas.
|
[1] Mastuhu, Menata
Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad ke 21, Safiria Insani
Press: Yogyakarta. 2003
[2] Konaspi ke-7 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta,
tahun 2012.
[3] Trimurti
adalah putra kelima, enam dan tujuh KR Sentosa Anam Bashri. KR Sentosa Anam
Bashri yang beristrikan keturunan kanjeng bupati surodiningrat yang masyhur
namanya pada zaman babat Mangkubumen dan penambangan Mengkunegara, ia cucu dari
KEM. Hadikusumo Sulaiman Jamaluddin (keturunan IV dari Pangeran Hadiraja Sultan
Kasepuhan Cirebon) yang diambil menantu oleh K.Khalifah Hasan Bashri Pondok
Pesantren Tegalsari Ponorogo. Baca Dirjen Depag, Ensiklopedia Islam Di
Indonesia (Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN,
1987/1988). P. 406-408.
[4] Diantaranya
adalah istri K.H.M. hasyim asy’ari yang bernama Ny. Nafiqul (yang melahirkan 10
anak, diantaranya adalah K.H. A Wahid Hasyim yang kemudian menurunkan K.H.
Abdurrahman Wahid keturunan dari K. Ilyas Pondok Pesantren Sewulun Madiun
(termasuk kerabat dari K.H Masykur, mantan Menteri Agama RI). Pondok Pesantren
Sewulan ini didirikan oleh santri dan sekaligus menantu dari Pesantren
Tegalsari. Dari alur inilah bertemunya jalur kekerabatan Pondok Modern Gontor
Ponorogo dengan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Lihat H. Aboebakar, Sedjarah
Hidup K.H.A. Wahid Hasyim Dan Karangan Tersiar (Djakarta: Panitya Buku
Peringatan Alm K.H.A Wahid hasyim, 1957), hal 103.
[5] A. Hafidz
Dasuki, Sejarah Balai Pendidikan, penggal I,p.19.
[6] Sekretariat
pondok, penjelasan singkat tentang Pondok Modern Gontor Ponorogo Indonesia
(Ponorogo: Sekretariat Pondok Gontor, 1992).
[7] Sekretariat
Pondok, Penjelasan Singkat, p. 53.
[8] Diantara
Kewajiban pihak kedua (Anggota Badan Waqaf) adalah memelihara dan
menyempurnakan agar Pondok Modern Gontor menjadi Universitas yang bermutu dan
berarti. Lihat piagam penyerahan waqaf Pondok Modern Gontor, tanggal 12 Oktober
1958.
[9] K.H. Imam
Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor
khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam
Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt),
p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p.
15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern
darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
[10] K.H. Imam
Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.
[11] Baca K.H.
Abdullah Syukhri Zarkasyi, M.A., Gontor dan pembaharuan Pendidikan Pesantren
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), p 104-105.
[12] K.H. Imam
Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor
khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam
Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt),
p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p.
15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam
gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
[13] K.H. Imam
Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.
[14] Nur Hadi
Ihsan, “Profil Pondok Modern Darussalam”, p. 15
[15] Sederhana bagi
saya artinya wajar, berkehidupan yang wajar (K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi)
[16] Jika sudah
terjun di masyarakat, dan dan bertemu dengan alumni yang menjabat setinggi
apapun, yang mulanya berbahasa resmi menjadi berbahasa gaul ala gontor dan menjadi
cair suasana jika sudah mengetahui antar alumni.
[17] Jiwa kebebasan
ini diamanatkan oleh K.H. Imam Zarkasyi dalam pelantikan peremajaan pengurus
Badan Waqaf Pondok Modern Darussalam Gontor, tanggal 24 Desember 1977, ia
menyampaikan: “Andaikata, guru-gurunya (pondok) terdiri dari orang-orang yan
simpati atau anggota muhammadiyah, murid-muridnya terdiri dari anak keluarga
Muhammadiyah, tetapi Pondok Modern tidak boleh dijadikan Pondok Muhammadiyah,
begitu juga andaikata, guru-gurunya terdiri dari arang-orang yang simpati atau
anggotanya NU, murid-muridnya dari keluarga NU, tetapi Pondok Modern tidak
boleh dijadikan NU”. Lihat Staf Sekretariat, Serba Serbi Singkat, p.103.
[18]
Walaupun materi pelajaran agama di KMI sama dengan materi pelajaran di
pesantren-pesantren salaf, tetapi kitab-kitab yang dipakai tidak seluruhnya
sama. Kitab-kitab itu telah disederhanakan dalam susunan yang lebih “madrasy”,
sehingga lebih efektif untuk mencapai tujuan pelajaran. Beberapa kitab
pelajaran KMI bahkan disusun sendiri oleh K.H.Imam Zarkasyi, seperti pelajaran
bahasa Arab, Balaghah, Ilmu Mantiq, Aqidah, Fiqih dan tajwid, sehingga lebih efektif
untuk mencapai tujuan pelajaran.
[19] Ada beberapa
pembaharuan materi pelajaran yang dilakukan, khususnya materi pengetahuan umum
yang cenderung berkembang cepat, dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada
zamannya; seperti penggantian materi Matematika, dengan menghilangkan materi
al-jabar, dan ilmu ukur, dan penggantian istilah dari civic ke tatanegara, Ilmu
Hayat ke Biologi, Ilmu Bumi ke Geografi.
[20] K.H.Abdullah
syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah
Jakarta,20 Agustus 2005.
[21] Baca: K.H.Imam Zarkasyi,
Diktat,p.27
[22] Abdullah Syukri, Manajemen
pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor (Gontor: Trimurti Press, 2005), p
149
[23] K.H.Abdullah Syukri,
pengalaman pendidikan pesantren di era otonomi pendidikan pengalaman Pondok
Modern Darussalam Gontor Ponorogo, dalam pidato ilmiyah Penerimaan Gelar Doktor
Honoris Causa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 20 Agustus, 2005
[24] K.H.Imam Zarkasyi,
petunjuk belajar: pengarahan siswa kelas
Akhir KMI Gontor
[25] Miftahul Ulum,
Paragdima Baru Pendidikan Nasional: Dasar Filosofis Pengembangan
Kurikulum SEISKO. Makalah disampaikan didalam seminar tentang KTSP di ISID,
Senin, 21 Mei 2007.
[26] Sholih Abdul
Aziz, At-Tarbiyah WaTuruqu at-Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1971), hal
149
[27] Wawancara dengan
K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi (Pimpinan Pondok Gontor) tanggal 4 Juli 2009.
[28] Lihat K.H.Abdullah
syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005
[29] Lihat Commisse, Boekoe Peringatan 15 Tahun
Pondok Modern Gontor Ponorogo Java (Gontor: Pondok Modern Gontor, 1942,
p.27.
[30] Imam Zarkasyi,
Pekan Perkenalan Khutabtul Arsy’ Pondok Modern Darussalam Gontor,
(Gontor: Darussalam Press, Tanpa Tahun), Hal 15
[31] Dr. Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal 3