Kamis, 21 April 2016


 

 “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS PANCA JIWA DI PONDOK PESANTREN DALAM UPAYA MEMBENTUK GENERASI EMAS DI TAHUN 2045

(Studi Kasus di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia)

 

Abstrak

Krisis bangsa adalah krisis sumber daya manusia, utamanya krisis karakter (akhlak). Karakter adalah perilaku relatif permanen yang bersifat baik atau kurang baik. Generasi 2045 disebut “berkarakter generasi emas” haruslah memiliki jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kesanggupan menolong diri sendiri (berdikari), jiwa ukhuwah diniyah yang demokratis, jiwa bebas, yang semua itu terangkum di dalam Panca Jiwa. Karakter Generasi Emas 2045 adalah kekuatan utama membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya dan bermartabat. Jiwa keikhlasan adalah sepi ing pamrih, jiwa kesederhanaan adalah narimo (dalam istilah jawa) dalam arti bukan hanya menerima tetapi terpancar jiwa besar, jiwa berdikari adalah senjata hidup yang ampuh, jiwa ukhuwah diniyah yang demokratis adalah persatuan dan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah), jiwa bebas adalah dalam arti optimis dan bejiwa besar.  Maka diperlukan wadah pendidikan yang berbasis panca jiwa yang telah terbukti menghasilkan generasi-generasi emas yang telah dilahirkan oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor sebagai kawah condro dimuka. Maka dengan adanya pendidikan berbasis panca jiwa, telah terbukti mampu melahirkan para kusuma-kusuma negara atau Generasi Emas “Golden Generation”. Karena pada hakikatnya Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan islam yang dengan sistem asrama, kyai sebagai central figuurnya, masjid sebagai titik pusat yang menjiwai dan pada hakekatnya  pondok pesantren terletak pada isi/jiwanya dan bukan pada kulitnya.

Kata Kunci: Generasi Emas, Pendidikan ,Panca Jiwa, Pesantren.

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bangsa indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya dikatakan sebagai negara berkembang,  sedang mencari bentuk tentang bagaimana cara dan upaya agar menjadi negara maju, dan lepas dari ketertinggalan dalam bidang pendidikan.[1] karena kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu bangsa, maka dari itu dibutuhkan suatu sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi-generai emas yang bermoral dan berakhlak mulia, yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.  Karena kualitas pendidikan itu tidak hanya dilihat dari segi akademik saja, melainkan pendidikan moral dan akhlaq mulia jauh lebih penting untuk kemajuan bangsa kita, 2 tahun sapai 3 tahun ke depan, dan bahkan untuk selamanya sampai akhir kehidupan. karena jika melihat permasalahan-permasalahan yang ada saat ini, sangat miris dan menakutkan.

Bagaimana tidak banyak permasalahan-permasalahan yang menimpa generasi muda di negara kita, semua ini di tentukan oleh keberhasilan suatu pendidikan, kalau pendidikan itu berhasil maka akan mampu mencetak generasi yang bermoral dan berakhlaq mulia. Tetapi pada realitanya negara kita saat ini masih di bayang-bayangi dengan krisis moral dan akhlaq mulia. Sehingga tidak heran kalau banyak orang pemuda-pemuda kita yang berani melawan orang tua, berkata-kata kotor, pergaulan bebas, narkoba, pembunuhan, pemerkosaan. Dan banyak pula orang yang berpendidikan tinggi tetapi masih belum bisa menempatkan dirinya sebagaimana mestinya. Banyak orang pintar tetapi masih melakukan tindakan yang sangat merugikan masyarakat dan bahkan negara. Apakah ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara kita.

Hal inilah yang menjadikan kami selaku mahasiswa Universitas Darussalam Gontor, untuk memberikan beberapa solusi yang kami tawarkan melalui penulisan karya ilmiah ini, agar pendidikan di negara kita ini mampu mencetak generasi emas yang bermoral dan berakhlaq mulia. Sesuai dengan target pemerintah pada tahun 2045, yang merupakan milestone 100 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka target pemerintah pada tahun ini adalah menyiapkan generasi emas yang tidak hanya kaya ilmu saja, tetapi juga harus memiliki karakter, moral dan akhlaq yang mulia.[2]

Maka landasan kami adalah berdasarkan sabda Rosulullah Saw: “Didiklah anak-anakmu dengan pendidikan yang berbeda di zaman engkau mengenyam pendidikan, karena mereka hidup di suatu zaman yang tidak sama dengan zaman di mana kamu hidup”.

Maka dari itu salah satu solusi yang harus di gunakan adalah nilai pendidikan yang mampu membentuk generasi emas, yaitu pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pelajaran akademik saja melainkan juga mengajarkan nilai-nilai moral dan akhlaq mulia (nilai-nilai kehidupan). maka pendidikan yang telah terbukti mendidik 100 % ilmu akademik dan 100 % ilmu agama adalah pendidikan yang berbasis panca jiwa, yang telah di terapkan oleh beberapa pondok pesantren, salah satunya adalah pondok pesantren darussalam gontor sebagai pencetus pendidikan berbasis panca jiwa. Dan hasil dari pendidikan ini telah terbukti membentuk kader-kader umat yang bisa kita sebut sebagai generasi emas, yang bermoral dan berakhlak mulia.

Karena Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang dengan sistem asrama, kyai sebagai central figuurnya, masjid sebagai titik pusat yang menjiwai, dan pada hakekatnya  pondok pesantren terletak pada isi/jiwanya dan bukan pada kulitnya (sebagai kawah condro dimuka). Dalam isi itulah kita temukan jasa pondok pesantren bagi umat. Pokok isi dari pondok pesantren adalah pendidikannya, selama beberapa abad pondok pesantren telah memberikan pendidikan (rohaniyah) yang sangat berharga kepada para santri sebagai kader mubaligh dan pemimpin umat dalam berbagai bidang kehidupan. Didalam pendidikan itulah terjalin jiwa yang kuat yang menentukan filsafat hidup para santri, adapun pelajaran atau ilmu pengetahuan yang mereka peroleh selama bertahun-tahun tinggal dipondok pesantren hanyalah merupakan kelengkapan atau tanggapan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana Konsep Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor ?

2.      Bagaimana implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Pesantren Darussalam Gontor dalam membentuk Generasi Emas ?

3.      Bagaimana kontribusi Pondok Modern Gontor melalui pendidikan berbasis panca jiwa terhadap Negara Indonesia ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut:

1.      Untuk mengetahui lebih dalam konsep Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor.

2.      Untuk mengetahui implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Modern Darussalam Gontor untuk membentuk generasi emas.

3.      Untuk mengetahui kontribusi apa saja yang telah di berikan Pondok Modern Darussalam Gontor melalui pendidikan berbasis panca jiwa terhadap Negara Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak berikut:

1.      Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah dan masyarakat dalam upaya membentuk generasi emas yang bermoral, berkarakter dan berakhlaq mulia.

2.      Sebagai bahan kajian untuk pengembangan penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

3.      Dapat dijadikan acuan alternatif untuk model pendidikan berbasis panca jiwa sebagai solusi mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia.

BAB II

Landasan Teori

2.1       Sejarah Pondok Modern Darussalam Gontor.

Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), berdiri pada hari senin, 12 rabi’ul awwal 1345/20 september 1926 oleh tiga bersaudara yaitu: K.H. Ahmad Sahal (1901-1977), K.H.Zainuddin Fannani (1905-1967), dan K.H.Imam Zarkasyi (1910-1985), tiga bersaudara ini sering disebut sebagai “Trimurti”[3]. Pondok Modern Gontor merupakan kelanjutan Pesantren Tegalsari. Tegalsari adalah nama desa terpencil, terletak 10 km di sebelah pusat Kerajaan Wengker di Ponorogo. Pesantren Tegalsari ini telah melahirkan para Kyai, Ulama, pemimpin, dan tokoh-tokoh masyarakat yang iktu berkiprah dalam membangun bangsa dan negara. Beberapa kyai dan pengasuh pesantren di Jawa Timur khususnya, megatakan bahwa mereka adalah keturunan Pondok Pesantren Tegalsari.[4]

Gontor adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 kilometer sebelah timur Tegalsari dan 11 kilometer ke arah tenggara dari Kota Ponorogo. Pada saat itu, pelajaran yang diberikan adalah mengenai pelajaran masalah-masalah keagamaan. Hal itu tentunya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zaman itu, karena tujuan utamanya adalah mengembalikan kasadaran masyarakat yang masih dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang melanggar hukum agama dengan dalih “itu semua menjadi kebiasaan nenek moyang mereka.”[5]

Namun seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Gontor terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh puteranya yang bernama Kiai Archmad Anom Besari. Santri-santrinya berdatangan dari berbagai daerah Luar Jawa, bahkan dari Jawa Barat. Setelah kiai Archmad wafat kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama santoso anom besari. Kiai Anom Besari ini adalah generasi ketiga dari pendiri Gontor lama. Pada kepemimpinan ketiga ini mulai surut, kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar, hal ini disebabkan karena pengaruh kaum penjajah yang emberikan kontirbusi mundurnya Pondok Gontor lama. Keadaan masyarakat islam sangat memprihatinkan, akhlaknya runtuh, pendidikannya mundur, begitu juga standar hidupnya sangat berada dibawah garis kemiskinan. Maka dengan adanaya keadaan yang semakin memprihatinkan inilah yang menyebabkan trimurti yaitu KH ahmad sahal, zainuddin fannani, dan imam zarksyi untuk membangun kembali semangat Pondok Gontor untuk, menyiarkan ajaran dan kebudayaan islam, rasa cinta kepada agama, rasa berkewajiban menunaikan tugas suci menegakkan agama Allah swt karena mengharap ridha-Nya, dan kesadaran terhadap hajat umat Islam kepada para pemimpin dan ulama yang cakap dan jujur, serta kesadaran terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia.[6]

Langkah pertama yang digunakan untuk membuka kembali Gontor adalah dengan mendirikan Tarbiyat Al-Atfal (pendidikan anak-anak). Dalam program ini, para siswa diajarkan materi-materi dasar agama Isla, bimbingan akhlak, kesenian, dan pengetahuan umum sesuai dengan tingkat pengetahuan mayarakat saat itu. Selain itu, juga diajarkan cara-cara menjaga kebersihan, cara-cara bekerja seperti bercocok tanam dengan langsung praktik mengelola sawah, beternak ayam dan kambing, pertukangan kayu dan batu, bertenun, dan berorganisasi.

Setelah itu dibukalah program lanjutan yang diberi nama Sullam Al-Muta’allimin (tangga para pelajar)yang berlangsung sampai tahun 1936. Pada tingkatan ini para santri diajari secara lebih dalam dan luas pelajaran fiqh, hadist, tafsir dan terjemahan al-qur’an, cara berpidato, cara membahas suatu persoalan, serta diberi juga sedikit bekal untuk menjadi guru berupa ilmu jiwa dan ilmu pendidikan. Disamping itu, kegiatan ekstra kulikuler yang berupa klub-klub dan organisasi-organisasi keterampilan, kesenian, olah raga, kepanduan dan lain-lain.
Dari bermulanya pendidikan Tarbiyat al-Atfal (1926) dan pada peringatan kesyukuran dasawarsa pondok, tanggal 19 Desember 1936, dilakukan peresmian berdirinya sistem pendidikan baru, yaitu Kulliyatul al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam).[7] Pada acara tersebut diresmikan pula penggunaan sebutan “Modern” untuk pesantren ini. Sebelumnya itu, nama pondok hanyalah “Darussalam” kata “Modern” hanyalah disebut oleh masyarakat di luar pondok. Setelah disahkan penggunaan lebel “Modern”, nama lengkap Pondok Gontor menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor. Bahkan sekarang, sebutan yang paling dikenal oleh masyarakat adalah Pondok Modern dari pada Pondok Darussalam.
Pada perjalanan selanjutnya adalah tingkatan lebih tinggi (Bovenbow) atau B1 untuk mencukupi kebutuhan agama pada madrasah tsanawiyah dan aliyah (1940-1945), kemudian dilakukan penyempurnaan penjenjangan enam tahun dengan nama kulliyatu al-mu’allimin al-islamiyah (KMI) serta menghapus tinggkatan bovenbow (1945-1954). Dan yang terakhir adalah didirikannya IPD (Institute Pendidikan Darussalam) dengan program sarjana yang kemudian berubah menjadi ISID (Institute Studi Islam Darussalam) dengan program Stara Satu (S1) dan pascasarjana, dan yang kini telah menjadi Universitas Darussalam Gontor (UNIDA) dengan program Strata Satu (S1), Pascasarjana (S2), dan Program Doktor (S3) dengan mempertimbangkan hajat masyarakat luas, sebagaimana salah satu diktum dalam piagam Waqaf.[8]

2.1.1. Nilai-Nilai Pesantren

Nilai-nilai yang mendasari perilaku kehidupan PM Gontor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai esensial dan nilai instrumental serta implementasinya dengan disiplin.

a.    Nilai Esensial

Niai-nilai esensial adalah nilai yang di konstruk oleh perintis pesantren dan menjadi bagian dari kepribadian yang tidak terpisahkan antara dirinya dan pesantren. Nilai-nilai tersebut di PM Gontor dapat dipresentasikan dalam bentuk Panca jiwa.

1)        Panca jiwa[9]

Hakikat pondok pesantren terletak pada isi atau jiwanya, bukan pada kulitnya, dalam isi itulah diketemukan jasa pondok pesantren bagi umat. Kemudian dalam Pondok Pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat dirumuskan dalam “panca jiwa” sebagai berikut: (a). Jiwa Keikhlasan (b). Jiwa kesederhanaan (c). Jiwa Kesanggupan Menolong diri sendiri (self help) atau berdikari (d) Jiwa ukhuwah diniyah yang demokrasi antara santri. Dan (e) Jiwa bebas.[10]

b.        Nilai Instrumental.

Nilai isntrumental di PM Gontor adalah nilai-nilai yang dikonstruksi dari abstraksi berbagai konsep, pemikiran, dan motto para pendiri pesantren, spektrum nilai-nilai tersebut terakumulasi menjadi falsafah dan motto kelembagaan, falsafah dan motto kependidikan, dan falsafah dan motto pembelajaran, orientasi, dan sintesis.[11]

2.1.2.   Fungsi Pondok Pesantren.

“Bagaimana membangun pondok pesantren yang diintegrasikan dengan masyarakat dalam turut serta menyelesaikan tugas revolusi indonesia”

Bagaimana fungsi pondok pesantren dengan sistemnya itu dapat disempurnakan, disesuaikan dalam tugas negara dewasa ini, kita mengetahui bahwa pondok pesantren telah merintis, menguak keluar sehingga berhasil memberikan basis kekuatan atau benteng ideologis negara, bangsa sejak zaman demak sampai detik ini. Pondok pesantren bukan saja mampu memberikan fondement akhlak tinggi dan budi luhur bangsa indonesia, bahkan pondok pesantren telah membuktikan lembaga pendidikan yang paling berhasil membentuk landasan ideologi bangsa indonesia sebagai falsafah hidup, bahkan sebagai falsafah dalam membina dunia baru. Dan fungsi inilah yang pokok yang harus dibangunkan di pondok pesantren sebagai wadah kelahiran falsafah itu, karena bukan saja itu pararel dengan tujuan revolusi.tetapi betapa pentingnya untuk di kembangkan  falsafah itu dengan maksud agar terpupuk berhasil tidak pudar karena wadah kelahiran itu punah.

Dari fungsi ini jelaslah bahwa pondok pesantren mutlak harus tetap hidup berkembang terpupuk sempurna. Kita mengetahui bahwa pondok pesantren adalah memberikan pendidikan yang khas yaitu pendidikan self help. Semua santri dalam pondok pesantren terdidik untuk menolong diri, mengatasi segala kesulitan diri dari memasak, mencuci pakaian sampai kepada memenuhi tugas menyelesaikan hidup belajar dalam pondok itu sendiri, semua santri terdidik dirinya sendiri atas sistem self help yang sangat baik itu. Pendidikan ini adalah menggembleng pribadi-pribadi santir untuk tidak canggung menghadapi kesulitan hidup, pendidikan dini adalah menimpa pribadi-pribadi putera-puteri indonesia memiliki jiwa berani menghadapi resiko serta tantangan ini adalah sangat penting, semangat self help adalah sangat dibutuhkan bangsa kita, self help adalah pendidikan untuk kuat berdikari sebagai bangsa yang bertujuan luhur dan tinggi.

Jelaslah fungsi pondok pesantren dengan sistem pendidikan panca jiwa sangat penting dalam alam revolusi ini, untuk menyiapkan generasi-generasi bangsa yang mampu berdikari di atas kekuatan dan keyakinan sendiri sebagai bangsa yang besar.                         

BAB III

Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan tahapan-tahapan dalam penyusunan penelitian adalah sebagai berikut:

1.    Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif (qualitatif research). Dalam proses penelitian, peneliti menggali berbagai data yang bersumber dari lapangan (field research). Lokasi penelitian dilaksanakan pada Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Penelitian dilakukan secara mendalam berkenaan  implementasi pendidikan berbasis pancajiwa di pondok pesantren dalam upya membentuk generasi emas di tahun 2045 (Studi kasus di Pondok Modern Darussalam Gontor).

2.    Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Data primer;

Diperoleh melalui jejak pendapat dan proses wawancara terhadap beberapa guru di Pondok Modern Darussalam Gontor.

b.   Data sekunder;

Didapatkan melalui dokumen-dokumen pondok, data pondok, profil pondok, warta dunia pondok dan buku pedoman tentang kepondok modernan.

3.    Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Metode observasi

Dalam penelitian ini, menggunakan observasi langsung. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengamati secara langsung proses kegiatan mengajar yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor agar memperoleh data yang lengkap mengenai kondisi umum Pondok Modern Darussalam terkait seluruh aktivitas kegiatan pondok, dan secara detail tentang pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur.

b.   Metode wawancara.

Pada penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan wawancara yang terstruktur rapi. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberikan pertanyaan kepada salah satu guru senior yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor, yang mana untuk mengetahui sejarah awal penerapan pendidikan berbasis panca jiwa yang telah di terapkan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Wawancara yang dilakukan guna memperoleh informasi secara lebih mendalam mengenai hal yang berkaitan dengan pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor yang telah menerapkan sistem pendidikan berbasis panca jiwa.

Menurut Bungin (2015: 137) wawancara dapat dilakukan dengan efektif dan tidak membutuhkan waktu yang relatif lama, jika wawancara dilakukan oleh pewawancara yang sama, yaitu memiliki pengalaman yang sama dengan nara sumber. Mengingat hal tersebut membutuhkan setumpuk pengalaman agar wawancara yang dilakukan membawa manfaat untuk penelitian. 

c.    Metode dokumentasi.

Dalam pelaksanaan penelitian, dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh melalui data yang ada pada dokumen-dokumen pondok terkait: sejarah perkembangan pondok, buku pedoman, catatan harian, dan buku kepondokmodernan.

4.    Metode Analisis Data.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Reduksi data

Dari pengamatan lapangan dan wawancara ditemukan data yang sedemikian banyak. Data tersebut didapatkan terkait jejak wawancara, profil pondok, buku dokumen pondok, dan buku kepondokmodernan, jejak pendapat dan wawancara dilakukan melalui salah satu guru senior di Pondok Modern Darussalam Gontor yang mana mengetahui sejarah pondok, terutama implementasi pendidikan berbasis panca jiwa dari pertama penerapannya.

b.   Penyajian data.

Setelah data direduksi, maka selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, data, dan sejenisnya. Dalam penelitian yang dilakukan, data disajikan secara sistematis berbentuk uraian singkat tentang pendidikan, bagan terkait sejarah pondok, uraian panca jiwa, serta implementasi penerapan sistem berbasis panca jiwa. Dengan demikian, tercapainya proses penyajian data yang sistematis dan rapid an sangat membantu peneliti dalam menarik kesimpulan tentang implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Modern Darussalam Gontor dalam upaya membentuk Generasi Emas di tahun 2045.

c.    Penarikan Kesimpulan.

Langkah akhir dalam penelitian ini adalah proses penarikan sebuah kesimpulan yang akan membawa kepada ranah solusi yang tepat. Penelitian ini akan menjelaskan implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di pondok pesantren dalam upaya membentuk generasi emas di tahun 2045 khususnya di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Sehingga keseluruhan temuan baru pada penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sumber rujukan dalam meningkatkan implementasi pendidikan diseluruh Indonesia dengan menggunakan pendidikan berbasis pancajiwa dalam upaya membentuk generasi emas di tahun 2045.

 

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1       Konsep Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor

4.1.1.   Sistem Pendidikan Pesantren

“Islam mewajibkan belajar seumur hidup; galilah ilmu sejak lahir sampai mati, jika perlu carilah ilmu sekalipun menyeberang lautan ke negeri cina”

Sistem pendidikan yang dipergunakan di PM Gontor adalah sistem seumur hidup, belajar aktif tanpa terhalang oleh tembok-tembok sekolah dan penentuan waktu. Masyarakat dijadikan pusat arena pendidikan dan pelajaran sehingga antara pondok pesantren dengan masyarakat bisa di jalin hubungan kerjasama yang harmonis dan bertanggung jawab, tolong menolong membangun masyarakat yang sakinah dan marhamah. Selain itu sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor adalah untuk pembaharuan, yang dimaksud dengan pembaharuan ialah suatu usaha untuk mengganti yang jelek dengan yang baik, dan menjadi lebih baik. Adapun sasaran sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Darussalam Gontor adalah sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yaitu mental yang harus di perbaharui. Mental mau dibangun hendaknya diganti dengan mental membangun.

Adapun ciri-ciri mental membangun adalah (1). Sikap terbuka, kritis, suka meyelidiki, bukan mentalitas yang mudah  menerima tradisi, takhayul atau otoritas sekalipun. Juga mau dikritik, karena kadang-kadang orang lain lebih tahu kekurangan kita dari pada kita sendiri. (2). Melihat ke depan, bukan hanya melihat keadaan sekarang saja, apalagi masa lalu untuk diratapi atau di bangga-banggakan. (3). Teliti dalam bekerja, supaya kwalitas hasil kerja dapat mudah dapat diketahui, untuk lebih ditingkatkan lagi. (4). Mempunyai inisiatif dalam mempergunakan metode-metode baru untuk berbuat sesuatu, sekalipun anggota masyarakat lainnya belum atau tidak mempergunakannya. (5). Lebih sabar dan lebih tahan bekerja.

Sistem pendidikan dan pengajaran PM Gontor adalah seluruh bagian dari pada kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran, termasuk juga metode, seperti halnya tujuan dari pendidikan nasional  ialah membentuk manusia yang cakap dan warga yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Dalam mukaddimah pemrasaran mengutarakan pentingnya budi pekerti dan akhlak rakyat harus di sempurnakan dan di bangun serta dipertinggi. Pengutaraan pemrasaran ini sebenarnya memang betul, namun masih terlalu lemah. Kami memandang bahwa pembangunan budi pekerti dan akhlak yang di barengi dengan pembangunan monumen-monumen, gedung-gedung, bukan saja penting, bukan saja dipertinggi, tetapi adalah mutlak. Itu adalah mutlak kewajiban kita, karena itu adalah tujuan revolusi yang harus kita selesaikan.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mendidik mengabdi kepada masyarakat ini, disertai dengan kepribadian luhur, dan akhlak yang tinggi, mereka terdidik pula dengan jiwa-jiwa rela mengabdi dan ikhlas berkorban pada agama dan lingkungannya. Mereka cinta mengabdi kepada dan tulus berbakti kepada syi’ar agama dan kebesaran pondok pesantrennya, dengan disoroti nur jiwa cinta, taatnya pengabdiannya kepada islam, dan kepada panggilan Illahi. Jelasnya bahwa fungsi pondok pesantren sangat besar artinya dalam pembinaan pendidikan praktis, yaitu pendidikan mengabdi masyarakat dengan jiwa-jiwa yang terpuji dan luhur, yang mana ini semua sangat penting dalam alam panggilan zaman sekarang ini.

4.2.      Implementasi pendidikan berbasis panca jiwa di Pondok Pesantren Darussalam Gontor dalam membentuk Generasi Emas.

4.2.1.   Panca jiwa[12]

Panca Jiwa adalah suatu nilai kahidupan PM Gontor, yang menjadi ediologi segala sesuatu baik itu pendidikan, bermasyarakat, dan seluruh aspek kehidupan santri, guru, kiai, dll.  Hakikat pondok pesantren terletak pada isi atau jiwanya, bukan pada kulitnya, dalam isi itulah diketemukan jasa pondok pesantren bagi umat. Kemudian dalam Pondok Pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat dirumuskan dalam “panca jiwa” sebagai berikut: (a). Jiwa Keikhlasan (b). Jiwa kesederhanaan (c). Jiwa Kesanggupan Menolong diri sendiri (self help) atau berdikari (d) Jiwa ukhuwah diniyah yang demokrasi antara santri. Dan (e) Jiwa bebas.[13] Maka dalam bab ini akan lebih kami jelaskan mengenai implementasi konsep panca jiwa dalam pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Makna panca jiwa yang dikonstruksi K.H. Imam Zarkasyi sebagai jiwa yang melekat pada pondok pesantren adalah sebagai berikut:

a.    Jiwa Keikhlasan

Pertama, jiwa keikhlasan adalah pangkal dari segala jiwa pondok dan kunci dari diterimanya amal di sisi Allah SWT. Segala sesuatu dilakukan dengan niat semata-mata ibadah, lillah, ikhlas hanya untuk Allah. Di pondok diciptakan suasana di mana semua tindakan didasarkan pada keikhlasan. Ikhlas dalam bergaul, dalam nasihat menasihati, dalam memimpin dan dipimpin. Ikhlas mendidik dan dididik, ikhlas berdisiplin, dan sebagainya.[14]

Ada suasana keikhlasan antar sesama santri; antara santri dengan guru; antara santri dengan kyai; antara guru dengan guru, dan sebagainya. Pendidikan keikhlasan diwujudkan melalui keteladanan para pendiri pondok dengan mewakafkan pondok seluruhnya, kecuali rumah pribadi kyai. Contoh lain dari penanaman jiwa keikhlasan yang sederhana, dalam mendidik santri, kyai ikhlas tidak dibayar. Bahkan sampai sekarang di Gontor tidak ada sistem gaji untuk guru. Istilah yang digunakan ialah “kesejahteraan keluarga.” Suasana seperti ini perlu dibangun agar setiap orang dapat terus berbuat untuk kemashlahatan. Tidak karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Hal ini bisa terjadi karena dengan dasar ikhlas lillahi ta’ala. (Wawancara dengan Ust Yoyok Sunjoto Arief, M.SI. 29 Maret 2016)

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi, keikhlasan harus dibangun dan dimulai dari pemimpin sendiri, seperti saya sebagai kiai dipondok pesantren, tidak ada gaji bulanan dan saya tidak boleh mencari nafkah dari pondok, saya punya usaha tapi jauh dari Pondok.

b.    Jiwa Kesederhanaan.

Kehidupan di pondok pesantren diliputi oleh suasana kesederhanaan,[15] Ini salah satu jiwa yang penting untuk dibina dan ditumbuhkan. Kesederhanaan bukan berarti kepasifan, ia justru pancaran dari kekuatan kesanggupan, ketabahan, dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Jiwa ini modal berharga untuk membangun sikap pantang mundur dalam menghadapi kesulitan. Pendidikan kesederhanaan yang diajarkan antara lain kesederhanaan berpakaian, potongan rambut, makan, tidur, berbicara, bersikap, dan bahkan berpikir. Contoh kehidupan pribadi kyai; baik rumah, cara berpakaian, pola makan, bertingkah laku, maupun mendidik santri, untuk hidup sederhana. Pola hidup sederhana ini menjadikan suasana hidup di Gontor tergolong egaliter tidak ada kemenonjolan materi yang ditunjukkan santri.

Hal itu juga membuat santri yang kurang mampu tidak minder dan santri yang kaya tidak sombong. Akan tetapi pada hakikatnya, kesederhanaan tidaklah kaku. Ukuran kesederhanaan di Gontor diatur dalam kerangka manajemennya, yakni menggunakan sesuatu yang sesuai dengan kondisi dari kebutuhan dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Misalnya, pembangunan gedung-gedung yang bertingkat di Gontor bukan untuk tujuan unjuk gigi, melainkan memang sudah saatnya dibangun. Yakni sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan pengajarannya.

c.    Jiwa Berdikari.

Kesanggupan menolong diri sendiri. Kesanggupan untuk menolong diri sendiri tidak hanya berlaku untuk santri sebagai individu. Tapi, juga bagi pesantren sebagai institusi. Pribadi yang berdikari berarti pribadi yang selalu belajar dan melatih dirinya untuk mengurus kepentingannya tanpa terus menerus bergantung pada kebaikan dan belaskasihan orang lain. Begitupun institusi yang berdikari. Ia mampu bertahan di atas kemampuannya dan berusaha untuk tidak selalu mengandalkan uluran bantuan pihak lain.

Dalam kehidupan keseharian Gontor, santri dididik untuk mengurus segala keperluannya sendiri, mengurus toko mini, toserba, kantin, fastfood, dapur, keuangan, kesekretariatan, asrama, olahraga, kursus-kursus. Semuanya diurus oleh santri dan untuk santri (Wawancara dengan Ust Yoyok Sunjoto Arief, M.SI. 29 Maret 2016 ). Karena itulah, Gontor selalu bersikap hati-hati dalam menerima bantuan dari pihak lain karena khawatir bantuan ini akan menodai jiwa berdikari yang ingin dibangun di pesantren ini. Namun demikian, sikap ini bukan berarti membuat Gontor menjadi institusi yang kaku sehingga menolak orang-orang yang memang sungguh-sungguh ingin membantu pengembangan pesantren, hanya saja bantuan tersebut sifatnya mesti tidaklah mengikat.

d.   Jiwa Ukhuwah Diniyah.

Jiwa persaudaraan ini menjadi dasar interaksi antara santri, kyai dan guru, dalam sistem kehidupan kampus. Dari sinilah tumbuh kerelaan untuk saling berbagi dalam suka dan duka, hingga kesenangan dan kesedihan dirasakan bersama. Kesadaran berbagi seperti ini diharapkan tidak hanya berlaku di pondok, melainkan menjadi bagian dari kualitas pribadi yang dia miliki setelah tamat dari pondok dan berkiprah di masyarakat.

Jiwa ukhuwah ini tampak pada pergaulan sehari-hari santri yang ditanamkan adanya saling menghormati dan saling menghargai antara santri senior dan santri junior. Interasksi antar santri dalam jalinan ukhuwah diniyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka di pondok, tetapi juga memengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.[16]

e.    jiwa bebas.

Bebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ditanamkan kepada santri agar menjadikan santri berjiwa beasr dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Maka arti kebebasan yakni bebas didalam garis-gari positif, dengan penuh tanggung jawab; baik didalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana kiai syukhri menjelaskan bahwa: “kebebasan bukan berarti bebas tanpa aturan, tapi bebas yang bertanggung jawab, sesuai dengan aturan, karena dalam kehidupan apapun tidak ada yang tanpa aturan.” Jiwa kebebasan ini diajarkan dalam pondok, misalnya Jiwa kebebasan Pondok dalam menentukan kurikulum, kalender, dan program akademik. Selain itu, jiwa ini juga ditampilkan pada semboyan lembaga pendidikan Gontor yang dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai politik tertentu dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan.”[17]

Pembinaan skill di PM Gontor melalui pendidikan berbasis panca jiwa, merupakan suatu pendidikan yang perfek tak diragukan lagi, mestilah mencakup pembinaan moral (mental), pengembangan kecerdasan, fisik dan keterampilan (skill). Sekolah-sekolahpun terus berkembang dimana-mana bagaikan tumbuhnya jamur, sampai tingkat perguruan tinggi baik yang diselenggarakan leh pemerintah ataupun swasta. Timbul problema pengangguran sarjana, angkatan mengambang tak tentu nasib diatas permukaan kehidupan.  Karena Ajaran atau didikan yang utama di dalam pondok pesantren ialah “al-i’timadu ‘ala anpnafsi”, dalam bahasa belanda “zelf help”, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Dengan kata lain, belajar mencukupi dan menolong diri sendiri. Pemuda-pemuda terdidik yang menolong diri sendiri, ia menghadapi masa depan dengan penuh harapan, jalan hidup luas terbentang di mukanya. Sebaliknya pemuda yang tak percaya kepada dirinya, dia senantiasa was-was dan ragu-ragu, serta tidak akan mendapat kepercayaan dari masyarakat, sedang dia sendiri tidak percaya akan dirinya.

4.2.2.   Intra kulikuler PM Gontor

Adapun komposisi pelajaran di KMI terdiri dari pengetahuan agama, pengetahuan bahasa Arab, dan pengetahuan umum tingkat lanjutan, namun setingkat tidak berarti sama. Susunan program tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Al-ulum al-Islamiyah (selain kelas 1, seluruhnya disampaikan menggunakan bahasa Arab); al-Qur’an, at-tajwid, at-tafsir, at-tarjamah, al-hadist, al-fiqh, usul al-fiqh, al-faraid, al-tauhid, al-Din al-islami, al-Adyan, dan Tarikh al-Islami.[18]

2.    Al-ulum al-Arabiyah (seluruhnya disampaikan dalam bahasa Arab); al-Imla, Tamrin al-lughah, al-Insha, al-Mutala’ah, al-Nahwu, al-sarf, al-Balaghah, Tarikh al-Adab al-lughah, al-mahfuzat, al-khat.

3.    al-Ulum al-Ammah[19] yang terbagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut.

a.         Keguruan; at-tarbiyah wa al-Ta’lim (dengan bahasa arab) dan pesikologi pendidikan, asas diktadik metodik (bahasa Indonesia).

b.        Bahas Inggris (dalam bahasa Inggris); Reading and Comprehension, Grammer, Composition, dan Diction.

c.         Ilmu pasti; Berhitung, Matematika, Ilmu pengetahuan Alam, Fisik, dan Biologi.

d.        Ilmu pengetahuan social; Sejarah Nasional dan Dunia, Geografi, Sosiologi, dan psikologi Umum.

e.         Keindonesian/kewarganegaraan: Bahasa Indonesia dan Tata Negara.[20]

Susunan program sebagaimana di atas merupakan program yang bersifat intrakurikuler yang ditangani oleh lembaga Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) untuk jenjang pendidikan menengah dan IPD (kini ISID) untuk jenjang pendidikan tingkat tinggi.

1.    Kegiatan KMI

Kegiatan yang dikelola oleh KMI terdiri atas kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan dan tahunan.

a.    Kegiatan harian yang meliputi: kegiatan belajar mengajar, supervise proses pengajaran, pengecekan persiapan pengajaran, pengawasan disiplin masuk kelas, pengontrolan kelas dan asrama santri saat pelajaran berlangsung, penyelenggaraan belajar malam bersama wali kelas, berlangsung dari jam 20.00 -21.45.

b.    Kegiatan mingguan meliputi; pertemuan guru KMI setiap hari kamis (kamisan) untuk mengevaluasi kegiatan akademik oleh direktur KMI , dan non akademik oleh pimpinan pondok.

c.    Kegiatan tengah tahunan; ujian tengah semester I dan II dan ujian akhir semester I dan II.

d.   Kegiatan tahunan yang meliputi kegiatan sebagai berikut:

·      Fathu al-kutub, Fathu al-Mu’jam, Manasik al-Haj, At-Tarbiyah al-Amaliyah, Ar-Rihlah al-iqtisadiyah

2.    Pengajaran Bahasa

Belajar bahasa menurut pondok pesantren, dimulai dengan bahasa dasar (basic language) yang masak, kuat, dan harus dikuasai dengan sebaik-baiknya.dapat mempergunakan tiap kata dalam segala tempat dengan betul dan lancar, tidak dengan diingat-ingat sebelumnya, sehingga dapat dikatakan malakah. Dengan demikian, metode yang dipakai untuk belajar bahasa (Arab dan Inggris) ialah metode aktif, dan modern.

Di antara pembelajaran bahasa (Arab) di pesantren ini adalah agar santri dapat memahami kitab (klasik atau kontemporer) secara mandiri. pondok ini tidak memberikan “nasi” yang sudah masak untuk dimakan kemudian habis, akan tetapi pondok ini memberikan “benih” padi yang selanjutnya dapat tumbuh dan dapat dibuat nasi sendiri dengan tidak habis-habisnya.[21]  Atau dengan ungkapan falsafahnya “pondok hanya member kail, tidak member ikan”.[22]

3.        Kurikulum Pondok Pesantren

Menurut K.H.Imam Zarkasyi berpandangan bahwa kurikulum bukanlah sekadar susunan mata pelajaran di dalam kelas, akan tetapi merupakan seluruh program kependidikan, baik yang berupa written curriculum maupun hidden curriculum atau kurikulum yang bersifat intra-kulikuler, kokurikuler, ekstra kurikuler. K.H.Abdullah syukri Zarkasyi menyebutkan dengan istilah pendidikan akademik dan nonakademik sehingga seluruh pendidikan dikemas dan dilaksanakan secara terpadu dan terprogram selama 24 jam, dalam bentuk core and integrated curriculum.[23]

Ini berarti bahwa tujuan pelajaran di KMI bukanlah tujuan yang berdiri sendiri, melainkan dipersatukan secara integral dengan tujuan pendidikan pesantren secara keseluruhan. Sebagai sebuah pesantren, tujuan pendidikannya pada umumnya yaitu mencetak ulama. “keinginan kami semuanya supaya kamu semua menjadi ulama, alim, saleh, dan berguna”.[24]

4.    Pendekatan dan Metode Pendidikan.

 Bagaimanapun keadaan sebuah pesantren (salaf ataupun modern), sebagai sebuah lembaga pendidikan tidak dapat terlepas dari komponen system pendidikan, termasuk didalamnya kurikulum. Oleh karena itu, walaupun pondok pesantren berlandaskan islam namun tetap mempunyai kurikulum. Dalam dunia pendidikan kurikulum merupakan salah satu komponen dari lima komponen pendidikan. Komponen pendidikan meliputi tujuan pendidikan, guru, anak didik, miliu pendidikan dan alat pendidikan. Kelima komponen pendidikan ini merupakan komponen yang sistematik, dimana antara satu komponen dengan komponen yang lainnya saling terkait satu sama lain, sehingga apabila salah satu komponen berubah maka komponen yang lain pun ikut berubah.[25]   

Sebagai contoh, apabila tujuan pendidikan berubah maka komponen lain pun akan berubah. Seperti guru atau pengajar, tentu akan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai, begitu pula dengan anak didik, miliu serta alat pendidikan akan ikut berubah. Inilah yang disebut dengan komponen sistematika pendidikan, dimana keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain begitu erat. Kurikulum merupakan salah satu asas penting dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar, apabila asas ini baik dan kuat maka dapat dipastikan proses dalam belajar-mengajar pun akan berjalan lancar.[26] Sehingga tujuan pendidikan akan tercapai. Begitu pula sebaliknya, apabila kurikulum yang dipakai kurang baik maka dapat dipastikan proses belajar-mengajar pun tidak akan berjalan dengan lancar, sehingga tujuan belajar tidak akan tercapai.

Pendidikan di Gontor adalah pendidikan kehidupan, dengan demikian pendekatan pendidikan kehidupan pesantren menurut K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi adalah (1). Pendekatan manusiawi (2). Pendekatan program (3). Pendekatan idealism. Ketiga pendekatan tersebut diberlakukan pada semua santri dan para guru di PM Gontor.[27]

Sedangkan menurut konsepsi K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi,M.A., bahwa metode pendidikan yang diterapkan di PM Gontor antara lain; keteladanan, penciptaan lingkungan (conditioning), pengarahan, penugasan, penyadaran dan pengajaran.[28]

5.    Kegiatan santri sebagai pendidikan kepemimpinan.

Kegiatan berorganisasi di PM Gontor telah dikenalkan sejak awal berdirinya, hal ini dimaksudkan untuk memberi bekal para santri agar dapat memimpin masyarakatnya kelak. Kegiatan berorganisasi ini merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan santri sehari-hari, sebab berorganisasi di pondok ini berarti pendidikan untuk mengurus diri sendiri dan tentu saja orang lain. Seluruh kehidupan santri selama berada di dalam pondok diatur oleh mereka sendiri dengan dibimbing oleh guru-guru. Kegiatan-kegiatan ini selalu didasari oleh panca jiwa: keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwwah Islamiyyah, dan kebebasan. Kelima jiwa ini terus-menerus ditanamkan dalam kehidupan santri di pesantren di bawah bimbingan dan pimpinan pengasuhan.

Gontor meletakkan standart dan dasar-dasar kepemimpinan dalam pendidikan, maka dari itu gontor memiliki 14 kualifikasi yang harus dimiliki oleh para kader sebagai bekal memimpin khususnya di Gontor dan umumnya di masyarakat. Adapun standart kualifikasi tersebut antara lain: (1) ikhlas, (2) selalu mengamil inisiatif, (3) mampu membuat jaringan kerja dan memanfaatkannya, (4) dapt dipercaya, (5) bekerja keras dan bersungguh-sungguh. (6) menguasai masalah dan dapat menyelesaikannya. (7) memiliki integritas tinggi. (8) memiliki nyali yang tinggi dan tidak takut risiko. (9) jujur dan terbuka. (10) siap berkorban. (11) tegas. (12) cerdas dalam melihat, mendengar, mengevaluasi, menilai, memutuskan, dan menyelesaikannya. (13) mampu berkomunikasi. (14) baik dalam bermu’amalah. (buku bekal untuk pemimpin: pengalaman memimpin Gontor oleh K.H. Adbullah Syukhri.  

4.3.      kontribusi Pondok Modern Gontor melalui pendidikan berbasis panca jiwa terhadap Negara Indonesia.

Berbicara masalah pendidikan islam di Indonesia, maka akan ditemukan bahwa pesantren berada di urutan teratas dari daftar lembaga pendidikan  islam yang ada di negeri ini. Tidak berlebihan apabila pesantren dianggap mempunyai andil besar dalam pergerakan arus perubahan sosial yang ada Indonesia. Keberhasilan yang diperoleh oleh pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan islam menegaskan diri sebagai entitas yang ikut mencerdaskan bangsa. Apabila dirunut ke zaman kolonial, pesantren pun ikut andil dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari musuh-musuh bangsa-bangsa.

            Sejarah mencatat bahwa PM Gontor adalah lembaga pendidikan, keagamaan, dan kemasyarakatan,yang sudah sejak lama dikenal sebagai suatu wahana pengembangan pada komunitas masyarakat. Keberhasilan pesantren yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh agama, pejuang serta pemimpin masyarakat, merupakan bukti bahwa pesantren berperan banyak dalam membangun Indonesia.[29]  

KH Imam Zarkasyi mengatakan :

            Pondok Pesantren ialah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai sentral figurnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainyam dan pengajaran islam dibawah bimbingan kyai yang diiukuti santri sebagai kegiatan utamanya.[30]

          Pondok pesantren merupakan lembaga swasta yang tetap survive sampai sekarang, bukan hanya karena pondok pesantren berlandaskan islam namun juga karena pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan asli Indonesia.[31]  Tujuan itu telah lama menjadi tujuan bangsa indonesia.

Bukankah itu adalah inti sosialisme Indonesia, bukankan kita seluruh bangsa Indonesia tanpa klasifikasi, dan tanpa memandang itu siapa yang punya kepentingan, semua adalah kewajiban melaksanakan pola pembangunan semesta, bahkan tak ada pengecualian bagi seluruh bangsa Indonesia merampungkan revolusi kita yaitu revolusi yang membina dunia baru, masyarakat adil dan makmur spritual dan materiil. Mambangun jiwa spiritual adalah kewajiban mutlak bangsa indonesia dewasa ini, bukan hanya budi pekerti, pembangunan spiritual bangsa agar terpuji dan luhur adalah tugas nation building. Yang dimaksud nation building adalah bangunan yang meliputi keseluruhan, fundamen rohani bangsa itu, tembok mental yang kokoh kuat bangsa itu, indah permainya hati nurani bangsa itu. Kita mengetahui bahwa untuk terlaksananya kesehatan raga jasmani bangsa indonesia, terjaminlah dengan adanya departemen olah raga. Untuk selamat dan suksesnya hutan indonesia, terjamin dengan adanya departemen kehutanan. Mengapa unsur mutlak nation building separo dari tujuan revolusi indonesia masih di sampirkan tugasnya dalam suatu departemen, dan mengapa pendidikan agama ini tidak segera kita selamatkan, tidak segera kita jamin dengan penyerahan tugas khusus pada satu departemen sendiri, yaitu departemen urusan pendidikan mental spiritual. Ini perlu kita renungkan, sehubunggan melihat berbagai masalah pendidikan yang menyerang spiritualitas, mental dan akhlak.

 

BAB V

PENUTUP

5.1.      Kesimpulan

Dari berbagai macam permasalahan pendidikan yang dirasakan oleh negara Indonesia, yang semakin kritis. Maka memerlukan peranan pemerintah sekaligus lembaga-lembaga pendidikan, untuk saling berkontribusi dalam menyelesaikan masalah krisis moral, yang sedang melanda negara Indonesia, maka salah satu solusi yang harus di gunakan untuk membentuk generasi emas yang bermoral dan berakhlaq mulia, yaitu pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pelajaran akademik saja melainkan juga mengajarkan nilai-nilai moral dan akhlaq mulia (nilai-nilai kehidupan). Maka pendidikan yang telah terbukti mendidik 100 % ilmu akademik dan 100 % ilmu agama adalah pendidikan yang berbasis panca jiwa, yang telah di terapkan oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor sebagai pencetus pendidikan berbasis panca jiwa.

Pondok Modern Gontor adalah lembaga pendidikan, keagamaan, dan kemasyarakatan, yang sudah sejak lama dikenal sebagai suatu wahana pengembangan pada komunitas masyarakat. Keberhasilan pesantren yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh agama, pejuang serta pemimpin masyarakat, merupakan bukti bahwa pesantren berperan banyak dalam membangun Indonesia.

Maka tak perlu diragukan lagi, bahwa satu-satunya pendidikan yang mampu membentuk generasi emas yang kaya akan moral dan akhlaq mulia, serta ilmu pengetahuan, yang telah memberi konstribusi besar terhadap pembangunan bangsa Indonesia adalah penerapan nilai-nilai panca jiwa di setiap pendidikan.

5.2       Saran

Setelah membahas permasalahan pendidikan yang melanda negara Indonesia, maka kami selaku mahasiswa universitas darussalam gontor, sangat ingin berkontribusi dalam pembangunan negara indonesia, khususnya dalam bidang sosial dan politik yang mengarah pada segi pendidikan. Karena pendidikan adalah salah satu nilai terpenting yang harus di bangun dengan nilai-nilai panca jiwa, guna untuk mewujudkan generasi emas yang bermoral dan berakhlak mulia.

Maka ini adalah tugas dari seluruh aspek pemerintahan, lembaga pendidikan dan masyarakat, untuk saling berkontribusi dalam membangun generasi emas, sesuai dengan cita-cita luhur negara indonesia di tahun 2045 yang bertepatan dengan 100 tahun Indonesia merdeka.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad ke 21, Safiria Insani Press: Yogyakarta. 2003.

Konaspi ke-7 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta, tahun 2012.

Baca Dirjen Depag, Ensiklopedia Islam Di Indonesia (Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN, 1987/1988). P. 406-408.

Lihat H. Aboebakar, Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim Dan Karangan Tersiar (Djakarta: Panitya Buku Peringatan Alm K.H.A Wahid hasyim, 1957), hal 103.

A. Hafidz Dasuki, Sejarah Balai Pendidikan, penggal I,p.19.

Sekretariat pondok, penjelasan singkat tentang Pondok Modern Gontor Ponorogo Indonesia (Ponorogo: Sekretariat Pondok Gontor, 1992).

Sekretariat Pondok, Penjelasan Singkat, p. 53.

Lihat piagam penyerahan waqaf Pondok Modern Gontor, tanggal 12 Oktober 1958.

K.H. Imam Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt), p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p. 15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.

K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.

Baca K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi, M.A., Gontor dan pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), p 104-105.

K.H. Imam Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt), p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p. 15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.

K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.

Nur Hadi Ihsan, “Profil Pondok Modern Darussalam”, p. 15

Lihat Staf Sekretariat, Serba Serbi Singkat, p.103

K.H.Abdullah syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005.

Baca: K.H.Imam Zarkasyi, Diktat,p.27

Abdullah Syukri, Manajemen pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor (Gontor: Trimurti Press, 2005), p 149

K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen pesantren,p.72.

K.H.Abdullah Syukri, pengalaman pendidikan pesantren di era otonomi pendidikan pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, dalam pidato ilmiyah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 20 Agustus, 2005

K.H.Imam Zarkasyi, petunjuk belajar:  pengarahan siswa kelas Akhir KMI Gontor

Miftahul Ulum, Paragdima Baru Pendidikan Nasional: Dasar Filosofis Pengembangan Kurikulum SEISKO. Makalah disampaikan didalam seminar tentang KTSP di ISID, Senin, 21 Mei 2007.

Sholih Abdul Aziz, At-Tarbiyah WaTuruqu at-Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1971), hal 149

Wawancara dengan K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi (Pimpinan Pondok Gontor) tanggal 4 Juli 2009.

Lihat K.H.Abdullah syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), Hal 6

Imam Zarkasyi, Pekan Perkenalan Khutabtul Arsy’ Pondok Modern Darussalam Gontor, (Gontor: Darussalam Press, Tanpa Tahun), Hal 15

Dr. Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997
 

 

 

 

 

 

Lampiran

Tabel

Ada beberapa lampiran yang kami paparkan dalam bab ini yaitu mengenai jadwal keseharian sasntri di pondok modern darussalam gontor, yang telah dilandasi dengan panca jiwa dalam pendidikannya

Tabel 1. Kegiatan harian PM Gontor.

NO
JAM
KEGIATAN
1
03.00-05.30
Bangun pagi, salat malam, diteruskan salat subuh berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan diteruskan belajar untuk penambahan kosa kata (Arab atau Inggris).
2
05.30-06.00
Olah raga bagi mereka yang menginginkannya, diteruskan mandi dan sebagian ada yang mengikuti kursus-kursus bahasa, kesenian, dan keterampilan.
3
06.00-06.45
Makan pagi, diteruskan menuju ke sekolah.
4
07.00-12.30
Bersekolah masuk kelas pagi.
5
12.30-14.00
Keluar kelas, diteruskan salat dzuhur berjama’ah dan makan siang, diteruskan persiapan masuk kelas sore dan santri dilarang tidur siang.
6
14.00-15.00
Masuk kelas sore.
7
15.00-15.45
Salat Ashar berjama’ah, Membaca al-Qur’an.
8
15.45-16.45
Kesempatan bagi santri untuk berolah raga sore hari, sebagian mandi, jajan sore, membaca bacaan ringan, dan kegiatan santri lainnya.
9
16.45-17.15
Mandi dan persiapan kemasjid untuk jama’ah Maghrib
10
17.15-18.30
Salat Maghrib berjama’ah, dilanjutkan membaca al-Qur’an selama 30 menit.
11
18.30-19.30
Makan malam.
12
19.30-20.00
Salat Isya berjama’ah.
13
20.00-22.00
Belajar malam, mengulang pelajaran yang baru diperoleh dan menyiapkan pelajaran esok harinya.
14
22.00-03.00
Istirahat dan tidur malam. Lama tidur santri sehari semalam tidak boleh kurang dari 6 jam dan tidak boleh lebih dari 8 jam.

 

Table.2  Kegiatan Mingguan PM Gontor.

NO
HARI
KEGIATAN
1
Ahad
Setelah salat Isya diadakan latihan pidato (muhadarah) dalam bahasa Inggris untuk kelas I-IV. Sedangkan santri kelas V mengadakan diskusi, dan santri kelas VI menjadi pembimbing untuk kelompok-kelompok latihan pidato.
2
Selasa
Pagi hari, setelah jama’ah subuh, latihan percakapan bahasa Arab/Inggris, dilanjutkan lari pagi wajib untuk para santri.
3
Kamis
Dua jam terakhir pelajaran pagi digunakan untuk latihan pidato dalam bahasa Arab. siang, jam 13.45-16.00, diselenggarakan latihan pramuka. Malam hari, jam 20.00-21.30 diadakan latihan pidato dalam bahasa Indonesia.
4
Jum’at
Pagi hari ada kegiatan percakapan dalam bahasa Arab/Inggris dan dilanjutkan dengan lari pagi wajib untuk para santri. Setelah lari pagi diadakan kerja bhakti membersihkan lingkungan kampus. Selanjutnya acara bebas.

 

 



[1] Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad ke 21, Safiria Insani Press: Yogyakarta. 2003
[2] Konaspi ke-7 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta, tahun 2012.
[3] Trimurti adalah putra kelima, enam dan tujuh KR Sentosa Anam Bashri. KR Sentosa Anam Bashri yang beristrikan keturunan kanjeng bupati surodiningrat yang masyhur namanya pada zaman babat Mangkubumen dan penambangan Mengkunegara, ia cucu dari KEM. Hadikusumo Sulaiman Jamaluddin (keturunan IV dari Pangeran Hadiraja Sultan Kasepuhan Cirebon) yang diambil menantu oleh K.Khalifah Hasan Bashri Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Baca Dirjen Depag, Ensiklopedia Islam Di Indonesia (Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN, 1987/1988). P. 406-408.
[4] Diantaranya adalah istri K.H.M. hasyim asy’ari yang bernama Ny. Nafiqul (yang melahirkan 10 anak, diantaranya adalah K.H. A Wahid Hasyim yang kemudian menurunkan K.H. Abdurrahman Wahid keturunan dari K. Ilyas Pondok Pesantren Sewulun Madiun (termasuk kerabat dari K.H Masykur, mantan Menteri Agama RI). Pondok Pesantren Sewulan ini didirikan oleh santri dan sekaligus menantu dari Pesantren Tegalsari. Dari alur inilah bertemunya jalur kekerabatan Pondok Modern Gontor Ponorogo dengan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Lihat H. Aboebakar, Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim Dan Karangan Tersiar (Djakarta: Panitya Buku Peringatan Alm K.H.A Wahid hasyim, 1957), hal 103.
[5] A. Hafidz Dasuki, Sejarah Balai Pendidikan, penggal I,p.19.
[6] Sekretariat pondok, penjelasan singkat tentang Pondok Modern Gontor Ponorogo Indonesia (Ponorogo: Sekretariat Pondok Gontor, 1992).
[7] Sekretariat Pondok, Penjelasan Singkat, p. 53.
[8] Diantara Kewajiban pihak kedua (Anggota Badan Waqaf) adalah memelihara dan menyempurnakan agar Pondok Modern Gontor menjadi Universitas yang bermutu dan berarti. Lihat piagam penyerahan waqaf Pondok Modern Gontor, tanggal 12 Oktober 1958.
[9] K.H. Imam Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt), p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p. 15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
[10] K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.
[11] Baca K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi, M.A., Gontor dan pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), p 104-105.
[12] K.H. Imam Zarkasyi. “Pembangunan Pondok-Pondok Pesantren”, dalam al-Djami’ah nomor khusus, No. 5-6 th ke IV, September-November 1965, p. 26-27; K.H. Imam Zarkasyi, Diklat Khutbah al-iftah: Pekan Perkenalan (Gontor: KMI, tt), p. 11-14; Nur Hadi Ihdan et. Al., Profil Pondok Modern Darussalam, p. 15-16; staff Sekretaris, Serba-serbi serba singkat tentang pondok modern darussalam gontor (Gontor: Perc. Darussalam, 1997), p. 1-8.
[13] K.H. Imam Zarkasyi, “Pembangunan Pondok”, dalam Al-Djami’ah, p. 26-27.
[14] Nur Hadi Ihsan, “Profil Pondok Modern Darussalam”, p. 15
[15] Sederhana bagi saya artinya wajar, berkehidupan yang wajar (K.H. Abdullah Syukhri Zarkasyi)
[16] Jika sudah terjun di masyarakat, dan dan bertemu dengan alumni yang menjabat setinggi apapun, yang mulanya berbahasa resmi menjadi berbahasa gaul ala gontor dan menjadi cair suasana jika sudah mengetahui antar alumni.
[17] Jiwa kebebasan ini diamanatkan oleh K.H. Imam Zarkasyi dalam pelantikan peremajaan pengurus Badan Waqaf Pondok Modern Darussalam Gontor, tanggal 24 Desember 1977, ia menyampaikan: “Andaikata, guru-gurunya (pondok) terdiri dari orang-orang yan simpati atau anggota muhammadiyah, murid-muridnya terdiri dari anak keluarga Muhammadiyah, tetapi Pondok Modern tidak boleh dijadikan Pondok Muhammadiyah, begitu juga andaikata, guru-gurunya terdiri dari arang-orang yang simpati atau anggotanya NU, murid-muridnya dari keluarga NU, tetapi Pondok Modern tidak boleh dijadikan NU”. Lihat Staf Sekretariat, Serba Serbi Singkat, p.103.
[18] Walaupun materi pelajaran agama di KMI sama dengan materi pelajaran di pesantren-pesantren salaf, tetapi kitab-kitab yang dipakai tidak seluruhnya sama. Kitab-kitab itu telah disederhanakan dalam susunan yang lebih “madrasy”, sehingga lebih efektif untuk mencapai tujuan pelajaran. Beberapa kitab pelajaran KMI bahkan disusun sendiri oleh K.H.Imam Zarkasyi, seperti pelajaran bahasa Arab, Balaghah, Ilmu Mantiq, Aqidah, Fiqih  dan tajwid, sehingga lebih efektif untuk mencapai tujuan pelajaran.
[19] Ada beberapa pembaharuan materi pelajaran yang dilakukan, khususnya materi pengetahuan umum yang cenderung berkembang cepat, dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada zamannya; seperti penggantian materi Matematika, dengan menghilangkan materi al-jabar, dan ilmu ukur, dan penggantian istilah dari civic ke tatanegara, Ilmu Hayat ke Biologi, Ilmu Bumi ke Geografi.
[20] K.H.Abdullah syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005.
[21] Baca: K.H.Imam Zarkasyi, Diktat,p.27
[22] Abdullah Syukri, Manajemen pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor (Gontor: Trimurti Press, 2005), p 149
[23] K.H.Abdullah Syukri, pengalaman pendidikan pesantren di era otonomi pendidikan pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, dalam pidato ilmiyah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 20 Agustus, 2005
[24] K.H.Imam Zarkasyi, petunjuk belajar:  pengarahan siswa kelas Akhir KMI Gontor
[25] Miftahul Ulum, Paragdima Baru Pendidikan Nasional: Dasar Filosofis Pengembangan Kurikulum SEISKO. Makalah disampaikan didalam seminar tentang KTSP di ISID, Senin, 21 Mei 2007.
[26] Sholih Abdul Aziz, At-Tarbiyah WaTuruqu at-Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1971), hal 149
[27] Wawancara dengan K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi (Pimpinan Pondok Gontor) tanggal 4 Juli 2009.
[28] Lihat K.H.Abdullah syukri Zarkasyi, pidato Ilmiah penerimaan Gelar DR HC., UIN syarif  Hidayatullah Jakarta,20 Agustus 2005
[29]  Lihat Commisse, Boekoe Peringatan 15 Tahun Pondok Modern Gontor Ponorogo Java (Gontor: Pondok Modern Gontor, 1942, p.27.
[30] Imam Zarkasyi, Pekan Perkenalan Khutabtul Arsy’ Pondok Modern Darussalam Gontor, (Gontor: Darussalam Press, Tanpa Tahun), Hal 15
[31] Dr. Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal 3